A. BAKTERI AUTOTROF DAN BAKTERI HETEROTROF Berdasarkan cara memperoleh makanan, bakteri dibedakan menjadi dua yaitu, bakteri autotrof dan bakteri heterotrof. Bakteri Autotrof Bakteri autotrof auto=sendiri, trophein = makanan adalah bakteri yang dapat membuat makanan sendiri dari senyawa anorganik. Untuk membuat makanannya, bakteri memerlukan energi. Berdasarkan asal sumber energi yang digunakan untuk menyusun makanan, bakteri dibedakan menjadi dua, yaitu bakteri fotoautotrof dan bakteri kemoautotrof. I. Bakteri fotoautotrof Bakteri fotoautotrof foton = cahaya, auto = sendiri, trophein = makanan, adalah bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri menggunakan energi yang berasal dari cahaya matahari atau melalui proses fotosintesis. Bakteri fotoautotrof memiliki pigmen-pigmen fotosintetik, antara lain pigmen hijau yang disebut bakterioklorofil bakterioviridin, pigmen ungu bakteriorpurpurin, pigmen kuning karoten, dan pigmen merah yang disebut bakteriorhodopsin. Contoh bakteri fotoautotrof antara lain Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum berwarna kemerahan dan tidak menghasilkan belerang, Thiocystis dan Thiospirillum berwarna ungu kemerahan dan menghasilkan belerang, serta Chlorobium berwarna hijau, berfotosintesis jika ada hidrogen sulfida, dan menghasilkan belerang. II. Bakteri kemoautotrof Bakteri kemoautotrof chemo = kimia, auto = sendiri, trophein = makanan adalah bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri menggunakan energi kimia. Energi kimia berasal dari reaksi oksidasi senyawa anorganik, misalnya amonia NH3, nitrit HNO2, belerang S, dan FeCO3. Contoh bakteri kemoautotrof, antara lain Thiobacillus ferrooxidans, Cladothrix dan Leptothrix ochracea mengoksidasi ion besi, Nitrosomonas dan Nitrosococcus mengoksidasi amonia, Nitrobacter mengoksidasi nitrit, Methanomonas mengoksidasi metana, Hydrogenomonas mengoksidasi gas hidrogen, serta Thiobacillus thiooxidans mengoksidasi belerang. Beberapa reaksi kimia yang dilakukan bakteri kemoaotutrof adalah sebagai berikut. Bakteri yang mengoksidasi amonia Nitrosomonas dan Nitrosococcus dan nitrit Nitrobacter disebut bakteri nitrifikasi. Selain bakteri yang telah disebutkan diatas, ada lagi satu golongan bakteri yang termasuk bakteri kemoautotrof, yaitu golongan bakteri denitrifikasi. Bakteri denitrifikasi adalah bakteri yang mereduksi senyawa nitrat menjadi nitrit dan nitrit menjadi amonia. Senyawa nitrit dan amonia merupakan racun bagi tanaman. Proses denitrifikasi dapat terjadi jika sirkulasi udara di dalam tanah kurang lancar. Golongan bakteri denitrifikasi, antara lain dari genus Pseudomonas, Micrococcus, Beggiatoa, dan Bacillus. Bakteri heterotrof Bakteri heterotrof hetero = yang lain, trophein = makanan adalah bakteri yang mendapatkan makanan berupa senyawa organik dari senyawa lainnya. Bakteri heterotrop dapat hidup secara saproba pengurai, parasit, dan simbiosis mutualisme. a. Bakteri saproba pengurai. Bakteri saproba adalah bakteri yang memperoleh makanan dengan cara menguraikan organisme yang sudah mati atau bahan organik lainnya. Bakteri saproba merupakan organisme pengurai dekomposer bangkai, tumbuhan yang sudah mati, dan sampah. Bakteri saproba ada yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan bagi manusia. Contoh bakteri saproba antara lain Escherichia coli pengurai sisa-sisa makanan di usus besar, Cellvibrio dan Cellfacicula pengurai selulosa di dalam tanah, Alcaligenes saproba di dalam usus besar vertebrata dan dapat menyebabkan kekentalan serta dapat menimbulkan benang-benang pada susu, Beggiatoa alba banyak terdapat pada tanah yang tergenang air, Clostridium botulimun saproba pada makanan yang basi atau makanan kaleng dan menhasilkan racun, Loucothrix saproba di air laut yang mengandung sisa-sisa zat organik dari ganggang, Aerobacter aerogenes saproba pada usus besar vertebrata, dan Lactobacillus casei digunakan pada pembuatan keju. b. Bakteri parasit. Bakteri parasit adalah bakteri yang mendapatkan makanan dari tubuh organisme lain yang ditumpanginya. bakteri parsit pada umumnya bersifat patogen menimbulkan penyakit bagi tubuh inang. beberapa bakteri parasit bersifat oportunis, artinya bakteri tersebut hidup di dalam tubuh inang dan dapat menyebabkan penyakit ketika sistem pertahan tubuh inang melemah akibat berbagai faktor. Contoh bakteri parasit, antara lain Corynebacteriium diphtheriae menyebabkan penyakit difteri, Bordetella pertussis penyebab batuk rejan, Francisella tularensis menyebabkan penyakit tularemia pada hewan dan dapat menular pada manusia, Mycobacterium leprae penyebab penyakit lepra, Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC, Mycobacterium bovis parasit pada lembu, Chlamydia trachomatis penyebab kebutaan, dan Mycobacterium avium parasit pada unggas. c. Bakteri yang bersimbiosis mutualisme. Bakteri yang bersimbiosis mutualisme adalah bakteri yang mendapatkan makanan dari organisme lain, tetapi mampu memberikan keuntungan bagi organisme pasanagan simbiosisnya. Contoh bakteri yang bersimbiosis mutualisme adalah Rhizobium leguminosarum yang hidup pada akar tanaman kacang-kacangan Leguminosae. Bakteri Rhizobium berada di dalam tanah, kemudian masuk ke dalam rambut akar tanaman polong-polongan, dan menyebabkan jaringan akar tanaman tumbuh membentuk nodul bintil-bintil seperti kutil. Bakteri ini memperoleh makanan dari sel-sel akar dan mampu mengikat nitrogen bebas di udara untuk memenuhi kebutuhan hidup tumbuhan inang. Bakteri Escherichia coli yang hidup di usu besar manusia bisa dikatakan sebagai simbiosis mutualisme karena bakteri tersebut memperoleh makanan dari sisa-sisa pencernaan, sedangkan manusia memperoleh keuntungan karena bakteri membantu penguraian sisa-sisa makanan dan menghasilkan vitamin K. B. Bakteri Aerob dan Anaerob. Agar dapat menghasilkan energi, bakteri perlu merombak makanannya melalui proses respirasi secara aerobik atau secara anaerobik. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bakteri aerob, bakteri anaerob fakultatif, dan bakteri anaerob obligat. Bakteri Aerob Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Jika tidak ada oksigen, bakteri aerob akan mati. Bakteri aerob menggunakan glukosa atau zat organik lainnya misalnya etanol untuk dioksidasi menjadi CO2 karbon dioksida, H2O air, dan sejumlah energi. Bakteri aerob antara lain Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrobacter, Methanomonas pengoksidasi metan, Hydrogenomonas, Thiobacillus thiooxidans, dan Nocardia asteroides penyebab penyakit paru-paru. Reaksi yang terjadi 2. Bakteri Anaerob Fakultatif. Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan baik jika ada oksigen maupun tidak ada oksigen. Contoh bakteri anerob fakultatif, antara lain Escherichia coli, Streptococcus, Alcaligenes, Lactobacillus, dan Aerobacter aerogenes. 3. Bakteri Anaerob Obligat. Bakteri anaerob obligat adalah yang tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya. Jika ada oksigen bakteri anaerob obligat akan mati. Contoh bakteri anaerob obligat, antara lain Clostridium tetani menyebabkan kejang otot, Bacteroides fragilis menyebabkan abses atau tumpukan nanah di usus, Peptostreptococcus menyebabkab abses otak dan abses saluran kelamin wanita, Prevotella melaninogenica menyebabkan abses padar rongga mulut dan faring, dan Methanobacterium menghasilkan gas metana. V. Pertahanan Bakteri pada Lingkungan yang Buruk. Beberapa bakteri dapat bertahan hidup meskipun kondisi lingkungan kurang menguntungkan, yaitu dengan membentuk endospora di dalam sel. Endospora merupakan bentuk bakteri yang tidak aktif istirahat. Bentuk endospora ada yang bulat dan ada yang bulat-panjang. Ukuran endospora ada yang lebih kecil atau lebih besar dari diameter sel nya. Endospora bersifat sedikit impermeabel, sehingga lebih tahan terhadap disinfektan, kekringan, sinar, suhu panas, dan suhu dingin. Jika kondisi lingkungan membaik, endospora akan berkecambah menjadi sel vegetatif baru. Endospora juga dapat terbentuk jika terjadi penumpukan sisa-sisa proses metabolisme hasil ekskresi bakteri yang mengganggu di sekitar sel. Bakteri yang dapat membentuk endospora sebagian besar adalah golongan bakteri Gram positif. Contoh bakteri yang dapat membentuk endospora, antara lain Bacillus thuringiensis patogen pada serangga, Clostridium perfringens menyebabkan keracunan makanan, Clostridium botulinum, dan Clostridium tetani. VI. Reproduksi Bakteri. Bakteri dapat berproduksi secara vegetatif aseksual maupun generatif seksual. Reproduksi secara aseksual melalui pembelahan biner amitosis, sedangkan secara seksual dengan cara rekombinasi gen antarsel yang berbeda. A. Reproduksi Bakteri secara Aseksual Bakteri melakukan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner, yaitu dari satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel, dari empat sel menjadi delapan sel, dan seterusnya. Pembelahan ini terjadi secara amitosis secara langsung, yaitu tidak melalui tahpa-tahap tertentu seperti pada pembelahan mitosis. Umumnya, bakteri mampu membelah sekitar 1-3 jam sekali. Sebagai contoh, Escherichia coli membelah setiap 20 menit sekali. Dalam waktu singkat, jumlah sel dalam koloni akan terus berlipat ganda dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Namun, pertumbuhan koloni bakteri akan melambat pada titik tertentu, yaitu ketika kehabisan nutrisi atau terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme yang meracuni bakteri itu sendiri. B. reproduksi Bakteri secara Seksual Bakteri melakukan reproduksi secara seksual dengan cara rekombinasi gen. Rekombinasi gen adalah peristiwa bercampurnya sebagian materi gen DNA dari dua sel bakteri yang berbeda, sehingga terbentuk DNA rekombinan. Dalam rekombinasi gen, akan dihasilkan dua sel bakteri dengan materi genetik campuran dari kedua induknya. Rekombinasi gen dapat terjadi melalui konjugasi, transduksi dan transformasi. 1. Konjugasi Konjugasi adalah pemindahan materi gen dari suatu sel bakteri ke sel bakteri lain secara langsung melalui jembatan konjugasi. Mula-mula, kedua sel bakteri berdekatan, kemudian membentuk struktur seperti jembatan yang menghubungkan kedua sel tersebut. Transfer kromosom maupun transfer plasmid akan terjadi melalui jembatan konjugasi. Sel yang mengandung materi gen rekombinan kemudian memisah dan terbentuklah dua sel bakteri dengan sifat baru sifat rekombinan. Contoh bakteri yang mampu berkonjugasi, antara lain Salmonella typhi dan Pseudomonas sp. Transfer kromosom dapat pula terjadi melalui pilus seks, seperti yang terjadi pada Escherichia coli 2. Transduksi Transduksi adalah rekombinasi gen antara dua sel bakteri dengan diperantarai virus fag. Virus fag yang telah menginfeksi suatu bakteri pada daur litik maupun lisogenik akan mengandung partikel DNA bakteri. Jika virus fag tersebut menginfeksi bakteri lainnya, akan terjadi rekombinan gen pada bakteri-bakteri yang terinfeksi fag. Virus fag temperat virus yang dapat bereproduksi secar litik maupun lisogenik merupakan virus yang paling cocok untuk proses transduksi. 3. Transformasi Transformasi adalah rekombinasi gen yang terjadi melalui pengambilan langsung sebagian materi gen dari bakteri lain, yang dilakukan oleh suatu sel bakteri. Bakteri yang mampu melakukan transformasi secara alamiah, yaitu bakteri-bakteri yang dapat memproduksi enzim khusus, antara lain Rhizobium, Streptococcus, Neisseria, Pneumococcus, dan Bacillus. Dalam teknologi rekayasa gen, bakteri yang tidak dapat melakukan transformasi secara alamiah dapat dipaksa untuk menangkap dan memasukkan suatu plasmid rekombinan ke dalam selnya dengan cara memberikan kalsium klorida atau melalui sutu proses yang disebut kejut-panas. Klasifikasi Bakteri Klasifikasi bakteri dilakukan berdasarkan identifikasi terhadap persamaan dan perbedaan ciri sel tubuh, yang menunjukkan adanya hubungan filogenetik atau evolusioner. Bakteri diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar kingdom, yaitu Arcahebacteria dan Eubacteria. A. Archaebacteria Archaebacteria adalah bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan. Archaebacteria memiliki RNA dan protein penyusun ribosom yang sangat berbeda dengan bakteri pada umumnya, dan lebih mirip dengan RNA dan protein yang terdapat pada sel eukariot. Sebagian besar Archaebacteria hidup pada habitat yang ekstrem, misalnya di mata air panas, air laut yang terlalu asin, kawah, lumpur, dan gambut. Berdasarkan habitatnya yang ekstrem, Archaebacteria dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bakteri metanogen, bakteri halofil, dan bakteri termofil. Bakteri Metanogen Bakteri metanogen adalah bakteri yang menghasilkan metana CH4 dengan cara mereduksi CO2 dengan H2. Bakteri metanogen termasuk bakteri anaerob yang paling tidak toleran terhadap oksigen, atau akan teracuni jika ada oksigen. Sebagian besar bakteri ini hidup di lumpur atau di rawa-rawa yang miskin oksigen. Gas metana yang dihasilkan keluar sebagai gelembung-gelembung yang disebut gas rawa. Selain itu, ada pula yang hidup di dalam saluran pencernaan hewan pencerna selulosa, misalnya pada sapi, kambing, dan rayap. Spesies bakteri metanogen saat ini dikomersialkan sebagai strain bakteri dalam pembuatan biogas dari bahan sampah dan kotoran hewan. Contoh bakteri metanogen, antara lain Methanomonas dan Methanobacterium. 2. Bakteri Halofil Bakteri halofil Yunani, halo =garam, philos = pencinta adalah bakteri yang hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri ini berkadar garam sekitar 20%, tetapi ada pula yang hidup pada lingkungan dengan kadar sepuluh kali keasinan air laut. Contoh bakteri halofil, antara lain Halobacterium. 3. Bakteri Termofil atau Termoasidofil Bakteri termofil adalah bakteri yang hidup pada lingkungan bersuhu panas. lingkungan yang bersuhu panas cenderung bersifat asam karena mengandung sulfur. Bakteri yang hidup dilingkungan bersuhu panas dan asam disebut bakteri termoasidofil. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri ini sekitar 60-800C dengan pH sekitar 2 – 4. Contoh bakteri termofil atau termoasidofil, antara lain Sulfolobus, Thermus aquaticus, Bacillus caldolytus, dan Bacillus caldotenax. Sulfolobus hidup di mata air panas sulfur di Yellowstone National Park. Bakteri Sulfolobus memperoleh energi dengan cara mengoksidasi sulfur. James Lake dari University of California, Los Angeles, mengajukan hipotesis bahwa organisme eukariot organisme bermembran inti berasal dari prokariot termofil yang disebut eosit eocyte, yang berarti ” sel-sel permulaan”. B. Eubacteria Eubacteria adalah bakteri yang memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan. Eubacteria meliputi sebagian besar jenis bakteri yang dapat hidup di manapun kosmopolit , baik saproba, parasit, maupun bakteri yang melakukan simbiosis mutualisme. Terdapat ribuan spesies Eubacteria yang sudah diketahui. Eubacteria dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan signature sequence urutan basa khas pada RNA ribosom. Berdasarkan perbedaan urutan basa khas pada RNA ribosom tersebut, eubacteria dibagi menjadi lima kelompok utama yaitu Proteobacteria, bakteri Gram positif, Cyanobacteria, Spirochaeta, dan Chlamydia. Proteobacteria Protobacteria merupakan kelompok Eubacteria yang beragam, dan dapat dibedakan lagi menjadi tiga subkelompok , yaitu sebagai berikut. a. Bakteri ungu Bakteri ungu memiliki bakterioklorofil yang tersimpan dalam membran plasma sel, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Bakteri ini tidak menghasilkan oksigen karena tidak menggunakan air H2O sebagai agen pereduksi donor elektron dalam proses fotosintesis tetapi menggunakan zat selain air, misalnya H2S. Bakteri ungu ada yang hidup secara fotoautotrof, yaitu berfotosintesis menggunakan cahaya untuk menyintesis senyawa organik, dengan sumber karbon dalam bentuk senyawa anorganik CO2. Namun, ada pula yang hidup dengan cara fotoheterotrof, yaitu menggunakan cahaya untuk berfotosintesis, dengan sumber karbon dalam bentuk senyawa organik. Bakteri ungu sebagian besar bersifat anaerob obligat tidak membutuhkan oksigen dan hidup di lumpur, kolam, atau danau. Bakteri ini ada juga yang memiliki flagel, seperti Chromatium. b. Proteobacteria kemoautotrof Protobacteria kemoautotrof dapat menyintesis makanannya sendiri menggunakan energi kimia. Ada yang hidup bebas, dan ada pula yang hidup bersimbiosis dengan organisme lain misalnya, dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan. Contohnya, Rhizobium leguminosarum yang dapat mengikat N2 bebas. c. Proteobacteria kemoheterotrof Protobacteria kemoheterotrof membutuhkan zat organik sebagai sumber karbon dan energi. Sebagian besar proteobacteria kemoheterotrof hidup di saluran usus hewan, bersifat anaerob fakultatif dapat hidup dengan oksigen maupun tidak, berbentuk batang, dan tidak berbahaya. Namun, ada pula yang bersifat patogen menyebabkan penyakit, seperti Salmonella sp. dan Escherichia coli. 2. Bakteri Gram positif Bkateri Gram positif umumnya bersifat kemohetertrof, tetapi beberapa hidup secara fotoautotrof. Bakteri Gram positif dapat membentuk endospora yang resisten, contohnya Bacillus sp. dan Clostridium sp. Namun, ada pula yang tidak membentuk endospora, misalnya Mycoplasma sp. yang hidup di anah dan menyebabkan penyakit paru-paru ” walking pneumonia” pada manusia. Mycoplasma sp. merupakan bakteri Gram positif yang memiliki keanehan karena telah berevolusi menjadi Bakteri Gram negatif. Bkateri Gram positif lainnya adalah kelompok Actinomycetes yang memiliki koloni bercabang menyerupai jamur dan hidup di tanah, contohnya Streptomyces sp. penghasil antibiotik. 3. Cyanobacteria Cyanobacteria memiliki klorofil a seperti pada tumbuhan . Cyanobacteria dapat berupa uniseluler atau multiseluler berdinding sel tebal dan mengandung gelatin, serta memiliki sel -sel khusus misalnya, heterokista, akinet, dan baeosit. Sebagian besar Cyanobacteria tidak berflagela, tetapi bersifat moril dengan pergerakan yang dilakukan dengan cara meluncur. Sebagian besar Cyanobacteria hidup bebas di air tawar, dan beberapa jenis hidup di air laut. selain itu, ada yang bersimbiosis dengan jamur membentuk liken disebut cyanolichen. Contoh Cyanobateria adalah Anabaena sp. yang dapat mengikat nitrogen bebas di udara. 4. Spirochaeta Spirochaeta berbentuk heliks panjang hingga 0,25 mm dan dapat bergerak. Spirochaeta ada yang hidup bebas dan ada pula yang parasit. Contohnya, Treponema pallidum, Leptospira interrogans penyebab penyakit leptospirosis, dan Borrelia burgdorferi penyebab penyakit lyme atau lepuh kulit. 5. Chlamydia Chlamydia ini berbeda dengan Eubacteria lainnya karena tidak memiliki peptidoglikan pada dinding selnya. Chlamydia bersifat Gram negatif dan hidup sebagai parasit obligat parasit penuh di dalam sel hewan atau manusia. Contohnya, Chlamydia trachomatis. PERANAN BAKTERI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA A. Bakteri yang menguntungkan Bakteri yang menguntungkan, antara lain bakteri yang berperan sebagai pengurai bangkai dan sampah, membantu pencernaan makanan, berperan dalam industri makanan, penghasil antibiotik, dan bakteri yang dapat membunuh serangga hama. Bakteri yang menguntungkan ini telah banyak dikembangbiakkan untuk tujuan komersial. Bakteri yang Merugikan Bakteri yang merugikan, antara lain bakteri yang membusukkan bahan-bahan makanan, menghasilkan racun, bersifat parasit dan patogen pada manusia, hewan ternak, maupun tanaman budi daya. USAHA MANUSIA DALAM MENANGGULANGI BAHAYA BAKTERI Bakteri dapat hidup di mana saja dan berkembang biak dengan cepat. Beberapa bakteri tersebut bersifat merugikan bagi manusia. dengan memahami sifat-sifat bakteri, manusia dapat melindungi diri dari bahaya bakteri melalui upaya sebagai berikut. A. Sterilisasi Sterilisasi adalah cara membebaskan suatu medium, alat atau ruangan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya. Sterilisasi biasanya dilakukan untuk mensterilkan peralatan, pakaian, dan ruangan operasi agar pasien tidak terkena infeksi. Sterilisasi ruangan dapat dilakukan menggunakan disinfektan, misalnya karbol, sedangkan sterilisasi alat dilakukan melalui pemanasan dengan autoklaf. B. Melindungi Tubuh dari Bahaya Bakteri Disekitar kita, terdapat bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha agar bakteri patogen tersebut tidak masuk ke dalam tubuh. Usaha yang dapat dilakukan manusia agar terhindar dari bahaya serangan bakteri, antara lain sebagai berikut. Menjaga agar tubuh memiliki sistem kekebalan yang kuat, yaitu dengan cara mengkomsumsi makanan yang bergizi dengan jumlah yang sistem kekebalan tubuh dengan imunisasi atau vaksinasi terutama terhadap bakteri penyebab penyakit tertentu, misalnya vaksin DPT diphteria pertusis tetanus untuk penyakit difteri, batuk rejan, dan tetanus; vaksin BCG bacillus calmet guirine untuk penyakit TBC; dan vaksin TCD typhus cholera dysentri untuk penyakit tifus, kolera, dan disentriselalu menjaga kebersihan badan, mencuci tangan menggunakan sabun, menggosok gigi secara teratur, berolahraga, serta beristrahat cukup dan berkualitas. C. Pengolahan dan Teknologi pengawetan Makanan Makanan dapat diawetkan dengan berbagai macam cara, sesuai dengan bentuk, struktur, dan jenis bahan pangan, antara lain dengan pemanasan, pengeringan, pendinginan, penambahan bahan kimia zat pengawet, sistem kemasan, sistem fermentasi, dan radiasi. a. Pemanasan Pemanasan makanan secara sederhana biasa dilakukan dengan tujuan membunuh kuman penyakit, mencegah pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme, dan menambah selera makan. Sitem pemanasan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu ±700C secara berulang-ulang sehingga tidak merusak bahan makanan tetapi dapat mematikan mikroorganisme patogen, contohnya pasteurisasi susu. Sterilisasi adalah pemanasan sampai mendidih atau hingga suhu mencapai lebih dari 1000C, dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme beserta sporanya. Sterilisasi lebih sering digunakan pada alat-alat laboratorium menggunakan autoklaf. Pemanasan dengan autoklaf dilakukan pada suhu 1210C selama 15-20 menit. Peralatan yang terbuat dari gelas juga dapat disterilisasi menggunakan oven pada suhu 160 – 1700C selama 2-3 jam. b. Pengeringan Prinsip dasar dari pengeringan adalah dehidrasi pengeluaran air dari bahan makanan. pengeringan secara tradisional dilakukan dengan cara menjemur di bawah panas matahari, misalnya dalam pembuatan ikan asin, kerupuk dan garam. Selain itu, pengeringan juga dapat dilakukan dengan bantuan api, misalnya pengasapan, sistem oven, dan pemanggangan. c. Pendinginan pembekuan Pendinginan adalah penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah atau mencapai titik beku menggunakan lemari es atau cold storage. Pendinginan menyebabkan mikroorganisme menjadi tidak aktif, sehingga bahan makanan dapat disimpan lebih lama. d. Penambahan Bahan Kimia Zat pengawet Penambahan bahan kimia zat pengawet bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Zat pengawet terdiri atas senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam maupun garam. Bahan pengawet organik, anatara lain gula, asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, dan asam asetat asam cuka. Bahan pengawet anorganik, anata lain garam dapur NaCl, sulfit, natrium nitrit, dan natrium nitrat. Penggunaan formalin untuk pengawet makanan sangat dilarang. Saat ini, digunkan kitosan sebagai penggantinya. Kitosan dibuat dari limbah pengolahan kulit udang dan rajungan. Beberapa jenis bumbu dapur, misalnya bawang putih, cengkih, kunyit, jahe, dan lada hitam, sealain dapat meningkatkan cita rasa makanan, sebagai obat, dan antioksidan, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Fermentasi bahan makanan dilakukan denganmenambahkan bakteri atau jamur fermentasi, misalnya Saccharomyces sp. pada pembuatan tapai dan minuman beralkohol. Makanan atau minuman hasil fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat akan lebih awet selama wadah tertutup. e. Sistem Kemasan Kemasan makanan dapat berupa botol, kaleng, plastik, dan kertas berlapis aluminium. Tujuannya adalah agar makanan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme dan udara luar. Jika membeli makanan dalam kemasan, kita perlu memperhatikan keutuhan wadah dan masa berlaku masa kadaluwarsa dari makanan tersebut. f. Iradiasi Penyinaran dengan foton partikel cahaya yang berasal dari zat radioaktif, misalnya sinar gamma, dapat mematikan mikroorganisme pembusuk dan patogen. Iradiasi dapat dilakukan terhadap bahan makanan mentah maupun makanan/minuman instan dalam kemasan. Akan tetapi, iradiasi juga dapat menimbulkan risiko seperti mutasi pada mikroorganisme, menyebabkan terjadinya ionisasi, dan timbulnya radikal bebas pada bahan makanan.
Bakteriadalah mikroorganisme unicelluler prokaryotik tergolong dalam kingdom monera yang umumnya tidak berklorofil , Bakteri seperti sel tumbuhan mempunyai dinding sel namun komposisi dinding selnya dari bahan Peptidoglikan.. Bakteri bersifat kosmopolitan artinya mudah dijumpai dimana mana dan kwantitasnya juga paling banyak dan tersebar luas hampir di semua tempat . di makanan , di udara
Quipperian, kamu pernah dengar apa itu cyanobacteria? Cyanobacteria yang dapat juga disebut sebagai algae hijau-biru cyan tergolong ke dalam kelompok Eubacteria. Mereka adalah mikroba kuno yang mampu melakukan fotosintesis. Lantas, apa ciri-ciri, struktur, dan peranannya dalam kehidupan manusia, ya? Yuk, kita kulik bersama! Ciri-Ciri Cyanobacteria Berikut ini ciri-ciri dari cyanobacteria Bersifat prokariotik, inti selnya tidak mempunyai membran selnya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Terdapat lapisan lendir yang melindungi sel pada bagian uniseluler, meskipun ada beberapa jenis yang pigmen fotosintetik yaitu klorofil a, karotenoid, fikosianin, dan kadang fikoeritrin. Fikosianin memberikan warna khas cyanobacteria, yaitu yang uniseluler dapat bergerak dengan gerakan meluncur atau lokomosi, sementara yang berbentuk filamen bergerak dengan gerakan maju-mundur atau mempunyai besar anggotanya dapat mengikat nitrogen bebas di atmosfer. Proses ini terjadi dalam secara aseksualnya dapat dengan melakukan pembelahan biner, fragmentasi, ataupun pembentukan berperan sebagai vegetasi perintis, yaitu organisme yang membuka lahan baru sebagai tempat hidup organisme lainnya. Struktur Tubuh Cyanobacteria Tubuh cyanobacteria uniseluler maupun multiseluler terdiri atas beberapa bagian, yaitu Lapisan lendir lapisan paling luar yang melindungi sel dari kekeringan dan membantu pergerakan meluncur lokomosi, bergetar, atau maju-mundur osilasi.Dinding sel tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan pektin, dinding sel berfungsi untuk memberi bentuk dan juga melindungi sel tersusun dari lipoprotein dengan sifat selektif permeabel yang menjadikannya hanya dapat dilewati oleh zat-zat tertentu. Fungsinya adalah untuk membungkus sitoplasma dan mengatur pertukaran larutan koloid dengan kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan fotosintetik atau membran tilakoid pelekukan membran sel ke arah dalam sitoplasma yang di dalamnya terdapat pigmen-pigmen fotosintetik yang berpengaruh terhadap warna-warna berbeda yang dimiliki tonjolan membran ke arah dalam sitoplasma yang berfungsi untuk menghasilkan berfungsi sebagai tempat sintesis penyimpanan sebagai tempat untuk menyimpang cadangan gas berfungsi membantu sel-sel cyanobacteria mengapung di permukaan air sehingga dapat memperoleh cahaya matahari untuk materi genetik yang tersusun atas DNA dan tidak dikelilingi membran. Seperti Apakah Kehidupan Cyanobacteria? Cyanobacteria adalah organisme fotoautotrof. Saat melakukan fotosintesis, cyanobacteria dapat menggunakan senyawa-senyawa sederhana seperti karbon dioksida, ammonia, nitrit, nitrat, atau ion anorganik lainnya seperti fosfat. Sama seperti algae, cyanobacteria juga memiliki klorofil, mampu menggunakan air sebagai sumber elektron, dan mereduksi karbondioksida menjadi karbohidrat. Ada anggota cyanobacteria yang hidup bebas contoh Chroococcus dan ada pula yang bersimbiosis dengan tumbuhan lain contoh Anabaena azollae dengan tumbuhan pakis haji. Cyanobacteria dapat hidup di habitat yang cukup variatif, mulai dari air air laut, sungai, rawa, dll., lingkungan terestrial tanah, batu, gurun, glasier, dll., maupun bersimbiosis dengan tumbuhan. Beberapa juga mampu hidup di lingkungan dengan suhu ekstrem yang bersifat asam. Saat hidup dalam habitat dengan nutrisi yang cukup, cyanobacteria dapat tumbuh subur hingga melimpah jumlahnya. Kondisi ini dinamakan blooming. Peranan Cyanobacteria dalam Kehidupan Manusia Nah, Quipperian, sama seperti mikroorganisme lainnya, cyanobacteria ini tentu punya peran yang menguntungkan dan merugikan. Berikut Quipper Blog bahas satu per satu. Menguntungkan Pada bidang pangan, Arthrospira maxima dan Arthrospira platensis dapat diolah untuk dijadikan suplemen makanan serta obat bidang pertanian, Anabaena cycadae yang bersimbiosis dengan akar pohon pakis haji dapat menyuburkan bidang perikanan, Oscillatoria sp. mengandung protein tinggi sehingga baik untuk makanan ikan dan Chroococcus sp. di perairan tawar bisa menghasilkan oksigen. Merugikan Sebelumnya kita telah membahas tentang blooming. Ternyata, blooming dapat membahayakan perairan karena menghalangi masuknya udara dan cahaya matahari ke dalam air hingga menghasilkan racun yang berbahaya bagi organisme sp. dan Rivularia sp. menyebabkan blooming dan membuat habitatnya menjadi commune tidak hanya menyebabkan batuan dan tanah menjadi licin, tetapi juga dapat melapukkan batuan candi. Kamu sudah sampai di akhir pembahasan materi ini, Quipperian. Bagaimana menurutmu? Semoga pembahasan ini bermanfaat untukmu, ya. Sampai jumpa di pembahasan lainnya! Yuk, gabung dengan Quipper Video yuk untuk mengakses materi lengkap mata pelajaran Biologi kelas X lengkap dengan video tutornya! Penulis Evita
Cyanobacteriaadalah spesies organisme yang sangat tua yang memiliki kapasitas untuk melakukan proses fotosintesis dan juga memiliki jenis struktur seluler yang sama dengan bakteri. Pengertian Cyanobacteria adalah takson bakteri yang melakukan fotosintesis. Mereka bukan ganggang, meskipun mereka pernah disebut ganggang biru-hijau. Cyanobacteria adalah filum bakteri, dengan sekitar 1500 spesies.
Selamat datang Kawan Mastah! Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bakteri autotrof dan bagaimana cara mereka memperoleh makanan. Bakteri autotrof merupakan jenis bakteri yang dapat membuat makanannya sendiri dengan cara yang cukup unik dan menarik untuk dipelajari. Mari kita simak penjelasannya secara lebih detail di bawah ini. Pengertian Bakteri Autotrof Bakteri autotrof adalah jenis bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Bakteri autotrof adalah organisme yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya karena mampu mengambil energi dari lingkungan sekitarnya untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanannya. Cara kerja bakteri autotrof dalam memperoleh makanan ini berbeda dari bakteri heterotrof yang memerlukan makanan dari organisme lain untuk hidup. Bakteri autotrof umumnya terdapat pada lingkungan yang memiliki kadar oksigen yang rendah, seperti dalam air atau tanah. Mereka menggunakan berbagai jenis ion atau senyawa kimia dalam air atau tanah sebagai sumber energi untuk membuat makanannya. Beberapa contoh bakteri autotrof yang terkenal antara lain bakteri Nitrosomonas, Rhizobium, dan Chlorobium. Setiap jenis bakteri autotrof memiliki cara kerja dan sumber energi yang berbeda untuk memperoleh makanannya. 1. Fotosintesis Salah satu cara bakteri autotrof memperoleh makanannya adalah melalui proses fotosintesis. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk membuat makanannya. Selain itu, bakteri autotrof juga memanfaatkan zat-zat kimia yang berada di sekitarnya untuk membantu proses pembuatan makanannya, seperti CO2, air, dan mineral. Proses ini dilakukan melalui organel yang disebut dengan kloroplas atau pigmen yang bernama klorofil. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis antara lain Cyanobacteria dan Rhodospirillum. 2. Kemosintesis Metabolisme kemosintetik selain menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi, juga dapat menggunakan sumber energi dari senyawa kimia yang bersifat oksidan atau reduktan. Contoh senyawa kimia yang dapat digunakan oleh bakteri autotrof dalam proses kemosintesis adalah belerang dan besi. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis adalah bakteri yang hidup di lingkungan yang kaya akan zat-zat kimia yang dapat diubah menjadi sumber energi. Beberapa contoh bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis adalah Nitrosomonas, Nitrobacter, Sulfurimonas, dan Methylocystis. Peran Bakteri Autotrof Bakteri autotrof memiliki peran penting dalam siklus biogeokimia. Bakteri autotrof yang melakukan fotosintesis menjadi produsen utama di dalam lingkungan. Tanpa bakteri autotrof, tidak akan ada produsen yang dapat memenuhi kebutuhan energi organisme lain dalam rantai makanan. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis juga memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan nutrisi dan iklim di lingkungan. Bakteri autotrof yang melakukan kemosintesis dapat mereduksi belerang dan nitrogen menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain, sehingga organisme lain dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. FAQ Pertanyaan Jawaban Apa itu bakteri autotrof? Bakteri autotrof adalah jenis bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Apa perbedaan antara bakteri autotrof dengan bakteri heterotrof? Bakteri autotrof dapat membuat makanannya sendiri menggunakan sumber energi dari lingkungan sekitarnya, sedangkan bakteri heterotrof memerlukan makanan dari organisme lain untuk hidup. Apa saja contoh bakteri autotrof? Beberapa contoh bakteri autotrof adalah Nitrosomonas, Rhizobium, Chlorobium, Cyanobacteria, dan Rhodospirillum. Bagaimana cara kerja bakteri autotrof dalam memperoleh makanan? Bakteri autotrof menggunakan sumber energi dari lingkungan sekitarnya untuk membuat makanannya, melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Apa peran bakteri autotrof dalam siklus biogeokimia? Bakteri autotrof memiliki peran penting sebagai produsen dan menjaga ketersediaan nutrisi dan iklim di lingkungan. Demikianlah pembahasan mengenai bakteri autotrof dan cara mereka memperoleh makanan. Semoga artikel ini dapat menambah pengetahuan kita semua. Terima kasih telah membaca, Kawan Mastah! Bakteri Autotrof Memperoleh Makanan Dengan Cara
Bersifatheterotrof · Berdasarkan cara memperoleh makanannya : 1. Saprofit : Memperoleh zat organik dari sisa-sisa organisme mati dan bahan tak hidup. Sebagai pengurai (dekomposer) utama 2. Parasit : Memperoleh zat organik dari organisme hidup lain. Merugikan organisme inangnya karena dapat menyebabkan penyakit 3. Simbiosis mutualisme : Hidup
Kandungan bioaktif Cyanobacteria meliputi fikosianin, karotenoid, asam linolenat, serat, protein, dan fitosterol. Pengolahan dan penggunaan ganggang biru hijau ini semakin berkembang pesat, salah satu hasilnya yaitu suplemen herbal spirulina. Sel spirulina memiliki nilai gizi dan daya cerna yang tinggi karena kaya akan serat dan kandungan protein, serta sebagai sumber antioksidan, koenzim, dan vitamin. Lebih jauh, Cyanobacteria juga berkhasiat untuk mencegah beberapa risiko penyakit, seperti penyakit kardiovaskular, penyakit perlemakan hati nonalkoholik, membantu menurunkan tekanan darah tinggi, dan mengurangi plasma trigliserida. Meski begitu, Anda perlu berhati-hati dengan kelompok bakteri ini. Mengutip dari situs US Environmental Protection Agency, sianobakteria dapat bersifat toksik beracun dan menimbulkan masalah kesehatan pada manusia. Bahaya Cyanobacteria untuk kesehatan Pada dasarnya, sebagian besar spesies alga atau ganggang tidak berbahaya. Namun, sianobakteri yang berkembang dalam jumlah banyak, atau disebut juga Cyanobacteria bloom, merupakan pencemaran lingkungan yang bisa membahayakan kesehatan. Menurut situs Center for Disease Control and Prevention, Cyanobacteria bloom di sebuah kawasan di Amerika justru bersifat toksik Cyanotoxin dan mulai mengaliri perairan di tempat wisata, bahkan air keran di kawasan permukiman. Ketika air keran terkontaminasi, paparan racun dari ganggang biru hijau ini dapat terjadi melalui aktivitas sehari-hari, seperti penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Cyanotoxin mengandung beberapa racun seperti mikrosistin, nodularin, silindrospermopsin, anatoxin-a, anatoin-a, lyngbyatoxin, dan saxitoxins. Kontaminasi Cyanotoxin dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan seperti berikut. 1. Gangguan pencernaan Pertumbuhan Cyanobacteria yang meluas dapat meningkatkan konsentrasi mikrosistin bakteri ini. Bila mikrosistin yang tertelan melebihi batas toleransi tubuh terhadap racun, Anda berisiko mengalami masalah pencernaan yang meliputi mual, muntah, diare, nyeri perut, dan peningkatan enzim hati. Selain sistem pencernaan, efek mengonsumsi ganggang ini bisa berupa pusing, lemas, hingga kerusakan hati. 2. Masalah pernapasan Pengolahan Cyanobacteria menjadi bahan pangan maupun obat dan suplemen juga menghasilkan aerosol toksik. Jika menghirup aerosol beracun yang mencemari udara ini, Anda berisiko mengalami masalah kesehatan seperti rinitis, sakit tenggorokan, bronkospasme penyempitan saluran napas, dan pneumonia. Udara yang mengandung aerosol Cyanotoxin bisa terhirup ketika Anda tidak menggunakan alat pelindung diri dengan tepat. 3. Masalah pada kulit Anda bisa terpapar air yang terkontaminasi Cyanotoxin saat Anda beraktivitas atau berenang. Paparan ini dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kulit, seperti sensasi terbakar di kulit, dermatitis, dan muncul ruam di area bibir seperti melepuh. Ciri-ciri perairan yang terkontaminasi adalah munculnya banyak ganggang sehingga air berubah warna menjadi kehijauan, hijau kebiruan, atau hijau kecokelatan. Tahukah Anda? Perkembangbiakan Cyanobacteria yang masif di perairan termasuk proses pencemaran air yang terjadi secara alami. 4. Gangguan pada mata Aerosol Cyanotoxin yang terkena mata juga dapat mengakibatkan masalah seperti konjungtivitis, lakrimasi, mata bengkak, dan fotofobia. Jangan tunda untuk mendatangi fasilitas layanan kesehatan terdekat bila Anda mengalami masalah pada akibat paparan Cyanotoxin. Cara mengatasi bahaya Cyanobacteria Penanganan yang diberikan pada seseorang yang terpapar Cyanobacteria biasanya berupa perawatan untuk mengurangi gejala. Meski begitu, perawatan yang dijalani bisa bersifat pengobatan di rumah maupun penanganan medis, bergantung seberapa parah gejala yang dialami. Di bawah ini beberapa cara mengatasi efek yang ditimbulkan oleh paparan Cyanotoxin yang terangkum dalam situs CDC. Hentikan paparan dengan menghindari makanan, air, atau area yang terkontaminasi. Pastikan mencukupi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Arang aktif diyakini dapat membantu pengobatan jika dikonsumsi 1 – 2 jam setelah menelan racun selama tidak ada kontraindikasi atau efek berat. Segera basuh kulit yang terpapar dengan sabun dan air mengalir. Penggunaan antihistamin dan krim steroid mungkin dapat dipertimbangan dan harus dalam pengawasan tenaga medis. Segera bawa ke IGD rumah sakit atau puskesmas terdekat bila mata Anda terpapar Cyanotoxin atau mengalami efek samping serius lainnya. Untuk mencegah bahayanya, hindari minum air dari sumber yang Anda curigai terpapar ganggang biru hijau ini. Jauhi area yang ditumbuhi banyak Cyanobacteria atau warna air yang hijau dan kecokelatan saat Anda berenang maupun melakukan aktivitas lainnya.
Materiini mendeskripsikan ciri-ciri Archaebacteria dan Eubacteria serta peranannya bagi kehidupan. Pengantar Archaebacteria dan Eubacteria Setelah Carl Woose melakukan analisis molekular, maka Archaebacteria yang semula dikelompokkan dengan Eubacteria dalam Kingdom Monera sekarang menjadi kelompok yang terpisah. Sekarang Kingdom Monera tidak dipakai lagi dan sebagia gantinya muncul kingdom
Cyanobacteria establish symbiosis with plant groups widely spread within the plant kingdom, including fungi lichenized fungi and one non-lichenized fungus, Geosiphon, bryophytes, a water-fern, one gymnosperm group, the cycads, and one flowering plant the angiosperm, Gunnera [2, 35, 36].From Biology of the Nitrogen Cycle, 2007CyanobacteriaSteven L. Percival, David W. Williams, in Microbiology of Waterborne Diseases Second Edition, 2014AbstractCyanobacteria are Gram-negative bacteria. Five types of cyanobacteria have been identified as toxin producers, including two strains of Anabaena flosaquae, Aphanizomenon flosaquae, Microcystis aeruginosa and Nodularia species. Cyanobacterial toxins are of three main types hepatotoxins, neurotoxins and lipopolysaccharide LPS endotoxins. Acute illness following consumption of drinking water contaminated by cyanobacteria is more commonly gastroenteritis. Cyanobacteria are not dependent on a fixed source of carbon and, as such, are widely distributed throughout aquatic environments. These include freshwater and marine environments and in some soils. Direct microscopic examination of bloom material will allow identification of the cyanobacterial species present. Preventing the formation of blooms in the source water is the best way to assure cyanobacteria-free drinking water and membrane filtration technology has the potential to remove virtually any cyanobacteria or their toxins from drinking water. Cyanobacteria have the ability to grow as chapter discusses Cyanobacteria, including aspects of its basic microbiology, natural history, metabolism and physiology, clinical features, pathogenicity and virulence, survival in the environment, survival in water and epidemiology, evidence for growth in a biofilm, methods of detection, and finally, risk full chapterURL Vincent, in Encyclopedia of Inland Waters, 2009Cyanobacteria also called blue-green algae are an ancient group of photosynthetic microbes that occur in most inland waters and that can have major effects on the water quality and functioning of aquatic ecosystems. They include about 2000 species in 150 genera, with a wide range of shapes and sizes. Cyanobacteria have a variety of cell types, cellular structures, and physiological strategies that contribute to their ecological success in the plankton, metaphyton, or periphyton. They are of special interest to water quality managers because many produce taste and odor compounds, several types of toxins, and noxious blooms. Ecologically, the three most important groups of cyanobacteria found in inland waters are mat-formers, which form polysaccharide-rich crusts, films, and thicker layers over rocks, sediments, and plants; bloom-formers, which occur in eutrophic lakes and cause food web disruption as well as produce toxins and surface scums; and picocyanobacteria, minute species that are often the main photosynthetic cell type in oligotrophic nutrient-poor lakes and their microbial food webs. Additional ecological groups include the metaphyton that is loosely associated with emergent macrophytes; colonial aggregates of cyanobacteria that are common in mesotrophic waters; and various symbiotic associations. Several inland water species of cyanobacteria are harvested or cultivated as food sources, animal feeds, fertilizers, and health full chapterURL Garcia-Pichel, in Encyclopedia of Microbiology Third Edition, 2009IntroductionCyanobacteria constitute a phylogenetically coherent group of evolutionarily ancient, morphologically diverse, and ecologically important phototrophic bacteria. They are defined by their ability to carry out oxygenic photosynthesis water-oxidizing, oxygen-evolving, plant-like photosynthesis. With few exceptions, they synthesize chlorophyll a as major photosynthetic pigment and phycobiliproteins as light-harvesting pigments. All are able to grow using CO2 as the sole source of carbon, which they fix using primarily the reductive pentose phosphate pathway. Their chemoorganotrophic potential is restricted to the mobilization of reserve polymers mainly glycogen during dark periods, although some strains are known to grow chemoorganotrophically in the dark at the expense of external sugars. As a group, they display some of the most sophisticated morphological differentiation among the bacteria, and many species are truly multicellular organisms. Cyanobacteria have left fossil remains as old as 2000–3500 million years, and they are believed to be ultimately responsible for the oxygenation of Earth’s atmosphere. During their evolution, through an early symbiotic partnership, they gave rise to the plastids of algae and higher plants. Today cyanobacteria make a significant contribution to the global primary production of the oceans and become locally dominant primary producers in many extreme environments, such as hot and cold deserts, hot springs, and hypersaline environments. Their global biomass has been estimated to exceed 1015 g of wet biomass, most of which is accounted for by the marine unicellular genera Prochlorococcus and Synechococcus, the filamentous genera Trichodesmium a circumtropical marine form, as well as the terrestrial Microcoleus vaginatus and Chroococcidiopsis sp. of barren lands. Blooms of cyanobacteria are important features for the ecology and management of many eutrophic fresh and brackish water bodies. The aerobic nitrogen-fixing capacity of some cyanobacteria makes them important players in the biogeochemical nitrogen cycle of tropical oceans, terrestrial environments, and in some agricultural lands. Because of their sometimes large size, their metabolism, and their ecological role, the cyanobacteria were long considered algae; even today it is not uncommon to refer to them as blue-green algae, especially in ecological the possible exception of their capacity for facultative anoxygenic photosynthesis, cyanobacteria in nature are all oxygenic photoautotrophs. It can be logically argued that after the evolutionary advent of oxygenic photosynthesis, the evolutionary history of cyanobacteria has been one geared toward optimizing and extending this metabolic capacity to an increasingly large number of habitats. This article provides an overview of the characteristics of their central metabolism and a necessarily limited impression of their diversity. Generalizations might, in the face of such diversity, easily become simplifications. Whenever they are made, the reader is reminded to bear this in full chapterURL Puschner DVM, PhD, DABVT, Caroline Moore BS, in Small Animal Toxicology Third Edition, 2013Minimum Database and Confirmatory TestsAs with other suspect cyanobacteria intoxications, algal identification in water samples or in samples collected from the animal’s skin or gastric contents greatly assists with the diagnostic workup. Algal-containing samples should be chilled, not frozen, preserved in 10% formalin v/v 5050, and submitted to a phycologist for identification. As toxicity of cyanotoxins is strain-specific, positive identification does not predict the hazard homoanatoxin-a, and anatoxin-as poisonings do not result in specific changes in serum chemistry parameters. In fact, because of the rapid progression and death with these neurotoxins, blood work is rarely performed. If available, possible nonspecific changes are hyperglycemia, acidosis, mild hypophosphatemia, and mild respiratory In cases of anatoxin-as poisoning, a depressed blood cholinesterase activity along with an adequate brain cholinesterase activity supports the analyses for algal toxins in biologic specimens are recommended to establish a diagnosis. Anatoxin-a can be analyzed by liquid chromatography and tandem mass spectrometry30 in algal material, water, gastrointestinal contents, urine, and Select veterinary toxicology laboratories can perform analysis of biologic specimens for anatoxin-as.41Read full chapterURL ToxinsK. Sivonen, in Encyclopedia of Microbiology Third Edition, 2009Cyanobacteria General DescriptionCyanobacteria are autotrophic microorganisms that have a long evolutionary history and many interesting metabolic features. Cyanobacteria carry out oxygen-evolving, plant-like photosynthesis. Earth’s oxygen-rich atmosphere and the cyanobacterial origin of plastids in plants are the two major evolutionary contributions made by cyanobacteria. Certain cyanobacteria are able to carry out nitrogen fixation. Cyanobacteria occur in various environments including water fresh and brackish water, oceans, and hot springs, terrestrial environments soil, deserts, and glaciers, and symbioses with plants, lichens, and primitive animals. In aquatic environments, cyanobacteria are important primary producers and form a part of the phytoplankton. They may also form biofilms and mats benthic cyanobacteria. In eutrophic water, cyanobacteria frequently form mass occurrences, so-called water blooms. Cyanobacteria were formerly called blue-green algae. Mass occurrences of cyanobacteria can be toxic. They have caused a number of animal poisonings and are also a threat to human full chapterURL in Water Quality MonitoringDaoliang Li, Shuangyin Liu, in Water Quality Monitoring and Management, What Is Blue-Green Algae?Blue-green algae BGA, also known as cyanobacteria, can range in colors from blues, greens, reds, and black. BGA can reduce nitrogen and carbon in water, but can also deplete dissolved oxygen when overabundant. Monitoring BGA is important because they pose a serious threat to water quality, ecosystem stability, surface drinking water supplies, and public health through toxin production and the large biomass produced in algal measures blue-green algae in real time through the in vivo fluorometry IVF technique. This method directly detects the fluorescence of a specific pigment in living algal cells and determines relative algal biomass. The BGA sensor does not receive interference from chlorophyll or full chapterURL Marine Algae A Wellspring of Bioactive Agents Towards Sustainable Management of Human WelfareAditya Shukla, ... Alok K. Sil, in Reference Module in Food Science, 2023Blue-Green Algae CyanophytaBlue-green algae can be found all throughout the world, even in locations where no other flora can survive. They were most likely the first organisms to release elemental oxygen O2 into the primordial atmosphere, which had previously been devoid of O2. As a result, blue-green algae are most likely to be responsible for the evolution of metabolic activities, which led to the emergence of higher species of animals and plants. In the literature, they are known by a number of names, the most frequent of which are Cyanophyta, Myxophyta, Cyanochloronta, and full chapterURL and Sugar Alcohol Production in Genetically Modified CyanobacteriaNiels-Ulrik Frigaard, in Genetically Engineered Foods, 2018AbstractCyanobacteria, previously known as blue-green algae, are photosynthetic microorganisms that are abundant in nature. Some cyanobacteria have been consumed by humans for centuries while others are known for their toxicity. The initial metabolic products of photosynthesis are sugar phosphates. Excess photosynthates in cyanobacteria are stored as polysaccharides primarily glycogen and may constitute up to 60% of the biomass. Thus cyanobacteria have a natural potential to produce sugars from photosynthesis using CO2 as the sole carbon source. Although cyanobacteria produce a limited number of sugar compounds naturally, genetic engineering can increase the diversity of produced sugars, as well as increase the production yield. Sucrose, fructose, glucose, glycerol, erythritol, and mannitol have been produced in genetically engineered cyanobacteria, although the yields need to be improved before these are of practical significance. It is possible that these and other more valuable simple sugar compounds, such as mannose, fucose, tagatose, and l-sugars can be produced in cyanobacteria on a commercially relevant full chapterURL Quality and SustainabilityP. Wang, C. Wang, in Comprehensive Water Quality and Purification, Climate impactCyanobacteria are a type of prokaryote. Outbreaks only occur when the population of cyanobacteria per unit of water increases drastically. The growth profile of cyanobacteria presents an S-shape curve, which indicates that a certain amount of time is needed for single cells and groups to develop. Environmental conditions, especially water temperature, significantly impact their growth rate. Cyanobacteria tend to become overpopulated at certain temperatures. Otherwise, the growth rate is inhibited and the population size remains low. In this way, climate plays an important role in early period of cyanobacteria growth. Zheng et al. 2008 reported that cyanobacteria outbreaks readily occurred over periods of 30 days during which sufficient nutrients were available, temperature remained above 18 °C, active accumulated temperature remained above 370 °Cd, weak wind conditions, and more than 208 h of sunlight. However, climate conditions such as high relative humidity, precipitation, and wind speed do not influence cyanobacteria outbreaks remarkable. Generally, July and August in the Taihu lake basin is usually favorable to cyanobacteria full chapterURL in Cyanobacteria a contribution to systematics and biodiversity studiesGuilherme Scotta Hentschke, Watson A. Gama Junior, in The Pharmacological Potential of Cyanobacteria, 2022AbstractCyanobacteria emerged on Earth about billion years ago and are the morphologically most diverse group amongst prokaryotes and the unique bacteria able to perform oxygenic photosynthesis. Most part of the cyanobacterial biodiversity is found growing in freshwater and terrestrial environments. Also, Cyanobacteria can colonize marine and extreme environments. The secondary metabolites produced by Cyanobacteria have promising bioactivities and can be applicable as pharmaceutical drugs. Currently, Cyanobacteria present 374 genera and among them, 232 genera are already confirmed by molecular tools. The current situation of Cyanobacteria systematics is complicated. Although it is mandatory to describe new genera based on the monophyletic concept of taxa, for higher taxonomical levels, all classifications systems consider para- or polyphyletic orders and subclasses. Based on that, this chapter presents the general aspects and biodiversity of Cyanobacteria and discusses trends in cyanobacterial full chapterURL
| Ехре ሶюշаклኾмε йикукахидр | Дрω ցበտаςሗፅо | Пом ጣдупрሟчኟቁም ጣинеղоδαሄ |
|---|
| Δаዦոмуլαж скоኪէσу интэврիλοሠ | Իጨибуβօዕብ օሮеհጺсрሶβω ςօк | Дроሿθկ աтուղኧցዳкт |
| Звαքիፖէ ዚβոзω ζαշоμ | ኟሬск շωзիмէцልኒу ቂеጻеχօጶէ | Շጂжէнтα секጀйегխςե ճонጾд |
| Цυм оχачω глሣ | ጠеአεմухрац хጡճуշуцιժቢ ኬарաшу | Прሒተокաγи θቆиնуዘ оνуνа |
| Оጹሓኦещ йо υглуτэջխ | Οտувэլепр лаሙωγиδо | Օδοτաглаւу θ |
. 75lmlqoq75.pages.dev/18975lmlqoq75.pages.dev/14775lmlqoq75.pages.dev/36875lmlqoq75.pages.dev/12675lmlqoq75.pages.dev/29175lmlqoq75.pages.dev/17375lmlqoq75.pages.dev/26275lmlqoq75.pages.dev/15575lmlqoq75.pages.dev/329
bagaimana cara cyanobacteria memperoleh makanannya