Dikisahkandari Aisyah Ra: Bahwasanya ketika Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar sedang berada di daerah Sunh (Aliyah), Umar berdiri seraya berkata, "Rasulullah SAW tidak meninggal, Allah SWT akan membangkitkannya dan kemudian akan memotong-motong tangan dan kaki orang-orang, kemudian Abu Bakar As-Shiddiq datang maka beliau mengucapkan hamdalah dan pujian bagi Allah SWT, kemudian berseru, Amma Ba'du, barang siapa menyembah Muhammad SAW, sesungguhnya Muhammad SAW telah meninggal dan barang Imam Nawawi dalam bukunya At-Tahdzib berkata, apa yang kami sebutkan bahwa nama Abu Bakar As-Shiddiq adalah Abdullah, namanya yang benar dan masyhur. Ada juga yang menyebutkan bahwa namanya adalah Al-Atiq. Namun yang benar ialah apa yang telah disepakati oleh para ulama bahwa Atiq itu bukanlah nama dia, Atiq adalah gelarnya. Dia diberi gelar Atiq, karena dianggap lepas dari neraka. Abu Bakar termasuk sahabat yang pertama kali Selama peperangan Riddah, banyak dari penghafal Al-Qur'an yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Qur'an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian lagi dari Al-Qur'an akan musnah. Karena itu, menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu "kumpulan" Al-Qur'an kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid ibn Tsabit karena beliau paling bagus Hafalannya. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pengumpulan Al-Qur'an ini termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.MAKALAH: Sesama korban perang pemahaman | Pusat Konsultasi Islam. 2021. MAKALAH : Sesama korban perang pemahaman. Posted on November 8, 2012 by PISS-KTB. oleh Zon Jonggol. Syiah Rafidhoh dan Sekte Wahabi adalah sesama korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi. Syiah artinya pengikut.BAB II ABU BAKAR AS-SIDDIQ DAN KONSEP KHILAFAH A. PENDAHULUAN Peranan apakah yang dipilihkan Allah swt. untuk diperankan oleh Abu Bakar? Dari corak manakah kepemimpinan Abu Bakar …? Di saat fakunya masa kerasulan, Allah swt. bermaksud membangkitkan seorang Rasul untuk mengembalikan aqidah manusia kepada yang hakiki, serta mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada petunjuk, dari kesesatan kepada kebenaran….Dan ternyata pilihan-Nya itu adalah Muhammad bin Abdullah….Kepadanya diturunkan wahyu yang mulia untuk keselamatan hidup bagi seluru manusia…Inilah perarakan mulai yang diserahi tugas merubah kemanusiaan dan memperbahrui hati nurani, yaitu Muhammad serta wahyu-Nya alQuran . Namun rombongan itu seolah tertegun dan seakan-akan masih ada yang dinanti…. Ia menunggu seorang laki-laki yang akan bertindak sebagai pendamping. Laki-laki itu bukanlah seorang Nabi, namun ia akan melanjutkan peranan yang dipegang oleh Nabi . . . . Siapakah dia . . . ? Maka “Tampillah Abu Bakar” . . . . Dialah orang yang akan selalu mengatakan kepada Nabi tanpa ragu “Benarlah anda . . . . benar apa yang anda katakana itu!” Dialah laki-laki yang menemani Nabi di kala hijrah, walaupun ia tahu betul bahwa orang-orang Quraisy akan mengerahkan segala kekuatan mereka untuk melenyapkan Nabi . . . . , dan sudah barang tentu termasuk pengiringnya . . . . Dialah laki-laki yang pendiriannya di hari saqifah akan menentukan periode baru yang akan tercatat bagi Islam dan bagi kesatuan Umat Islam . . . . Dialah laki-laki yang akan mengambilkan kesadaran kaum Muslimin di saat seseorang tidak mempercayai wafatnya Rasullah . . . . Dialah tokoh pembasmi orang-orang yang memutar balikan agama . . . . , yang tanpa kehadirannya Islam akan memperlihatkan sejarah kemuraman . . . . Dialah laki-laki yang tampil menemani Rasullah saw . menjadi alat yang dipilih Allah untuk merubah dan membersihkan alam dunia serta meluruskan kehidupan penghuninya. Itulah peranan yang berada di atas pundak Abu Bakar selama ia berada di alam fana ini. Dan lembaran-lembaran buku ini akan senantiasa di penuhi oleh peranannya yang istimewa dan mulia itu . . . . Pemikiran seperti itu, walaupun kesimpulannya positif, namun tidak proforsional dan menentang fakta sejarah. Pertama Abu Bakar dan Umat tidak pernah menjadi pemimpin dictator walaupun sekejap. Kedua, istilah diktator, di mana pun dan kapan pun takkan relevan dipadankan dengan keadilan, sebagaimana api dengan air, karena keduanya merupakan dua kutub yang kontradiktif, yang keduanya tidak kenal kompromi. Dan apabila keduanya bersatu, maka sudah pasti salahsatunya akan tenggelam . . . . Abu Bakar dan Umar adalah dua orang pemimpin Umat yang tunduk dan taatn sepenuhnya kepada syari’at yang telah diturunkan oleh Allah swt, Mereka selalu menyediakan kesempatan bagi Kaum Muslimin untuk berunding dan menentukan pilihan. Sungguh, alQuran yang menjadi pedoman mereka bernegara penuh dengan ajaran-ajaran demokratis. Pertama ia menjadikan musyawarah sebagai suatu kewajiban 1…. bermusyawarahlah dengan mereka dalam setiap urusan…. orang-orang yang mendirikan shalat dan memusyawarahkan urusan mereka,sesama mereka…. 2 Kedu, al-Quran memberikan kebebasan kepada Umat manusia dalam menaati hokum-hukum-Nya….Mau beriman silakan….. tidak mau pun tidak akan merugikan_Nya. 3 Tidak ada paksaan memasuki agama Islam …. Memang al-Quran bukan peraturan yang disusun oleh manusia, atau tidak terbit dari kemauan manusia . . . Tapi, bukankah ia merupakan konstitusi yang dipercayai manusia . . . , bahkan Umat Isalm rela mati untuk membelanya? Demikian, maka yang menjadi tolok ukur untuk menilai pemerintahan kedua khalifah, tergantung kepada sejauh mana penghormatan mereka kepada Kitabullah yang diimani oleh Umat dan mereka terima sebagai undang-undangbagi kehidupan mereka . . . . Untuk mengukur sejauh mana penghormatan mereka terhadap Kitabullah . . . , kami takkan mendikte pembaca . . . . Baca sajalah perikehidupannya dalam buku ini. . .! Wahai Abu Bakar . . . . Wahai Khulafaur Rasul . . . . Wahai orang kedua dalam Islam setelah Rasul . . . . Andainya anda berkenan dengan tulisan ini, terimalah Maka terimalah persembahan ini . . . . ! “Tidak seorang pun yang saya tawari Islam, Kecuali ia menanggapinya secara ragu-ragu, Kecuali Abu Bakar . . . . ia langsung menerimanya tanpa bertangguh . ..“ Sabda Rasulullah saw. . B. KONSEP DASAR KHALIFAH Islam syiah percaya bahwa syariat Hukum Islam yang pokok-pokonya terdapat dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw.[1] Akan tetap berlaku sampai Hari Kiamat dan tidak dapat dan tidak akan pernah dapat diubah. Suatu pemerintahan yang benar-benar Islam, dengan dalih apa pun sama sekali tidak dapat menolak untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban Syariat.[2] Satu-satunya tugas pemerintah Islam adalah mengambil keputusan dengan musyawarah dalam batas-batas yang ditentukan Syariat dan sesuai dengan tuntutan zaman. Pembai’atan Abu Bakar di Saqifah, yang paling tidak, sebagian didorong oleh pertimbangan politik, dan peristwa yang di dalam hadis disebut tinta dan kertas,[3] yang terjadi pada masa akhir sakitnya Rasulullah saw., mengungkapkan fakta bahwa mereka yang memimpin dan mendukung gerakan pemilihan khalifah melalui pemilihan, percaya bahwa Al-Quran harus disajikan dalam bentuk konstitusi. Mereka mementingkan Al-Quran dan kuran menaruh perhatian pada sabda-sabda Rasulullah saw. Sebagai sumber yang tidak dapat diubah dalam ajaran Islam. Agaknya mereka menerima penyesuaian segi-segi tertentu dalam ajaran Islam mengenai pemerintahan untuk menyesuaikan dengan keadaan zaman dan demi kesejahteran umum. Kecendrungan untuk hanya mementingkan asas-asas tertentu dari Syariat telah diperkuat oleh beberapa ucapan yang disampaikan kemudian mengenai sahabat-sahabat Nabi. Misalnya, sahabat-sahabat itu dipandang sebagai ahli-ahli yang mempunyai otoritas bebas dalam masalah-masalah Hukum Islam mujtahid [4], yang dapat mengeluarkan keputusan yang bebas ijtihad dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Juga dipercayai bahwa bila mereka berhasil dengan tugasnya, mereka akan memperoleh pahala dari Tuhan dan bila mereka gagal mereka akan diampuni oleh-Nya karena mereka adalah para sahabat. Pandangan ini secara luas diikuti selama masa awal sesudah wafatnya Rasulullah saw. Islam syiah bersifat lebih hati-hati dan percaya bahwa kelakuan para sahabat, sebagaimana Muslimin lainya, harus dinilai dengan tepat menurut syariat. Sebagai contoh, peristiwa pelik yang menyangkut jendral yang termasyhur, Khalid ibnu Walid, di rumah malik ibnu Nurwajrah, salah seorang Muslim terkemuka pada masa itu, yang menyebabkan kematian Malik. Kenyataan bahwa Khalid adalah pemimpin militer yang ternama,[5] dalam pandangan Islam Syiah memperlihatkan kelemahan yang tidak tepat terhadap sejumlah tindakan para sahabat yang berada di bahwa norma-norma ketakwaan dan kesalehan yang sempurna, yang diletakkan oleh tindakan elite kerohanian di kalangan sahabat. Praktek lain dari tahun-tahun permulaan yang dikencam oleh Islam Syiah adalah pemotongan Khums[6] dari anggota-anggota Ahlul Bait dan dari keluarga Rasulullah saw[7]., Demikian pula, karena Syiah menekankan pentingnya hadis dan sunah Rasulullah saw., sukar bagi mereka untuk mengerti mengapa penulisan hadis sama sekali dilarang, dan bahkan bila tulisan hadis ditemukan harus dibakar[8]. Kita tahu bahwa larangan itu berlangsung sejak kekhalifahan Khulafaur-Rasyidin[9] hingga [masa Umayyah[10]dan baru berhenti pada masa Umar ibnu Abdul Aziz, yang memerintah dari tahun 99 H./717 M. sampai tahun 101 H. /719 M.[11]. selama masa kholifah II 13/634-25/644 berlaku kebijaksanaan untuk menitikberatkan segi-segi tertentu dari syariat dan mengesampingkan beberapa praktek yang menurut kepercayaan kaum syi’ah diajarkan dan dijalankan oleh Rasulullah SAW. Beberapa praktek dilarang, beberapa praktek lagi dihilangkan dan beberapa lainnya ditambah. Sebagai contoh, haji tamattu’ satu jenis dari haji dimana upacara umrah dilakukan sebagai ganti ibadah haji telah dilarang oleh Umar pada masa kekholifahan, dengan perintah untuk merajam dengan batu bagi para pelanggar. Ini mengabaikan kenyataan bahwa selama haji terakhir, Rasulullah SAW melembagakan sesuai denagan Al-Qur’an, surah 2196, suatu bentuk khusus untuk upacara haji yang boleh dilakukan olehj penziarah-penziarah yang dating dari jauh. Juga pada masa hidup Rasulullah SAW perkawinan mut’ah C. PROSES PEMBENTUKAN KHOLIFAH Abu Bakar, putra Abu Quhafah, adalah Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi. Ada perbedaan pendapat mengenai namanya, Abdullah atau Atiq. Nampaknya, mereka bersikukuh bahwa namanya adalah Abdullah tetapi ia biasa dipangil Atiq. Dia berasal dari suku Bani Taim, salah satu suku bangsa Quraisy. Selama zaman jahiliah, suku ini tidak memiliki kelebihan khusus di antara suku-suku yang lain. Sebuah bukti kuat untuk klaim ini adalah pernyataan Abu Sufyan ketika Abu Bakar mulai berkuasa. Silsilahnya, dan keduanya sepakat bahwa Bani Taim adalah salah satu suku yang paling lemah dari suku Quraisy. Dalam kesempatan lain, Abu Bakar bertanya kepada Qais bin Ashim mengapa ia menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Dia menjawab, “Agar mereka tidak melahirkan orang-orang seperti kamu.” Ada juga pandangan yang berbeda-beda tentang pekerjaannya di zaman jahiliah. Mereka yang ingin menisbahkan suatu posisi yang tinggi kepadanya di zaman jahiliah mengatakan ia adalah seorang pedagang. Di sisi lain, ada dokumen-dokumen yangmenyatakan bahwa ia memiliki pekerjaan-pekerjaan rendah seperti memerah susu, dan yang lain menyatakan bahwa Abu Bakar mengalami masalah keuangan dan merupakan seorang guru di zaman jahiliah, dan kemudian menjadi seorang penjahit setelah datangnya Islam. Dia dua tahun lebih muda daripada Nabi Islam. Dia diyakini sebagai salah satu pemeluk Islam yang pertama, walaupun ada pemikiran-pemikiran yang bertentangan tentang apakah ia itu termasuk Muslim yang pertama atau lima puluh Muslim pertama sebagaimana disebutkan dalam sebuah kutipan. Pandangan-pandangan semacam itu tentangnya, yang merupakan khalifah pertama, adalah hal yang lazim. Kita belum pernah mendengar tentang tekanan kesulitan khusus apapun yang mungkin dihadapinya di tahun-tahun pertama diserukannya Islam di Mekkah. Dia tidak menyertai kaum Muhajirin ke Abyssinia, Tetapi ia menemukan sebuah kesempatan untuk bersama-sama dengan Nabi saw pada malam Hijrah. Menurut pem-bahasan kita mengenai Hijrah, setelah Nabi meninggalkan rumah, Abu Bakar pergi menemui Imam Ali as dan ketika mengetahui bahwa Nabi Muhammad saw telah pergi, maka dia pun pergi dan menyertainya. Hubungan Abu Bakar dengan Nabi saw semakin kuat setelah perkawinan Nabi dengan Aisyah. Aisyah adalah seorang perempuan pandai yang berusaha untuk memiliki sebuah peran dalam semua perkembangan politis di masanya. Hal ini cukup membantu untuk memperkuat posisi Abu Bakar. Kita telah mengatakan sebelumnya bahAva Imam Ali as yakin bahwa Aisyah memainkan peran kunci dalam seluruh ibadah-ibadah Abu Bakar. Abu Bakar tidak memiliki tanggungjawab politis atau militer apapun selama sepuluh tahun masa tinggalnya di Madinah,, tetapi ia bisa memperoleh kekuasaan dengan memahami situasi sayap-sayap internal dalam suku Quraisy dan memanfaatkan rasa permusuhan suku Quraisy ter-hadap Imam Ali as maupun kerja sama sayap-sayap tengah suku Quraisy, yakni mereka yang tidak termasuk di antara Bani Umayah ataupun Bani Hasyim. Abu Bakar memperoleh kesempatan yang sangat penting. Ketika ia mengambil alih kekuasaan, sebuah gelombang kemurtadan dan perlawanan terhadap Islam meliputi Hijaz. Seluruh umat Islam menyaksikan prinsip Islam dalam bahaya, dan menyadari bahwa menentang Abu Bakar bukanlah kepentingan mereka Menarik untuk diketahui bahwa segera setelah Abu Bakar memegang kekuasaan, perpecahan muncul di antara kaum Anshar dan kaum Quraisy gara-gara syair kasar yang dibuat Abu Bakar tentang kaum Anshar. Setelah itu, kaum Anshar tetap menjaga jarak dengan Abu Bakar, dan Amr bin Ash, yang didorong oleh kaum Quraisy berbicara menentang mereka. Di sisi lain, Fadhl bin Abbas dan kemudian Imam Ali as memuji kaum Anshar. Hasan bin Tsabit menuliskan syair untuk memuji Imam Ali as atas dukungannya kepada kaum Anshar, dan secara tersirat merujuk kepada upaya-upaya beberapa lelaki suku Quraisy yang ingin mengambil alih kedudukan Imam Ali. Namun demikian, ketika oposisi semakin memuncak, perhatian kaum Anshar beralih pada orang-orang yang mengaku-ngaku kenabian dan kemurtadan-kemurtadan lain. Tentang Abu Bakar, kita harus mengakui bahwa ia memiliki bahasa yang persuasif, dan kita yakin bahwa sikap bungkamnya di Saqifah lebih efektif daripada kata-kata kasar Umar, walaupun keduanya saling melengkapi. Kemudian hari, Abu Bakar pernah menunjuk lidahnya dan berkata, “Inilah yang membantuku untuk mencapai kedudukan ini.” Abu Bakar mengatakannya berulang-ulang bahwa ada beberapa orang yang lebih berhak atas khilafah daripada dirinya. Setelah orang-orang bersumpah setia kepadanya, dia berkata dalam sebuah khotbah, “Aku mengambil alih kepemimpinan atas kalian, sedangkan aku tak lebih baik dari kalian. Hubungan Abu Bakar dengan Nabi saw semakin kuat saja setelah Nabi menikah dengan Aisyah. Abu Bakar memperoleh peluang yang besar. Ketika dia menjadi khalifah, gelombang kemurtadan dan penentangan terhadap Islam melanda Hijaz, dan setiap Muslim yang merasa prinsip Islam tengah terancam menyadari bahwa mereka tidak merasa berkepentingan untuk menentang Abu Bakar. Abu Bakar memperkenalkan pemerintahannya sebagai “Khilafah Kenabian” untuk menunjukkan aspek religius dari khilafahnya. Dia menganggap kepemimpinannya itu bukan sebagai seorang khalifah Tuhan, tetapi merupakan penerus bagi Nabi saw dan menyebut dirinya sendiri sebagai “Khalifah Rasul Allah” D. KHALIFAH ABU BAKAR AS SIDDIQ Abu Bakar temasuk seorang laki-laki yang pertama kali masuk Islam, selain seorang sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah sebelum dan sesudah kenabiannya. Dia digelari al-Shiddiq karena senantiasa membenarkan shaddaqa semua hal yang dibawa oleh Muhammad, atau karena dia tidak pernah berkata kecuali yang benar. Abu Bakar juga merupakan mertua Nabi saw. Karena putrinya, Aisyah, dinikahi Nabi. Nabi pernah mengutusnya memimpin kaum Muslim melakukan ibadah haji sebagai penggantinya pada tahun ke Sembilan Hijriyah. Dia juga perna mengganti kedudukan Nabi menjadi imam shalat ketika Nabi sakit. Itulah antara lain yang mendorong Kaum Muslim memilihnya sebagai khalifah setelah Rasulullah saw. Wafat. Dialah khalfah pertama di antara para al-Khulafa’al-Rasyidun. Sebelum masuk Islam, Abu Bakar adalah seorang pedagang. Setelah masuk Islam, dia begitu cepat menjadi anggota yang paling menonjol dalam jamaah Islam setelah Nabi. Dia terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman, kesetiaan, dan kebijakan pendapatnya. Kalaupun dia diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi bin Abi Thalib dalam memimpin peperangan hal itu barang kali disebabkan Nabi menghendaki agar Abu Bakar mendampinginya untuk bertukar pendapat berunding . Kebijakan dan keteguahannya tampak pada hari-hari yang sangat kritis sepeninggal Rasulullah saw. Ketika sebagian orang antara lain umar tidak percaya bahwa Nabi telah wafat, Abu Bakar membenarkannya. Abu Bakar pada saat itu menyampaikan khotbahnya yang sangat terkenal. Isinya antara lain, “Ketahuilah, siapa yang menyembah Muhammad, makah sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Dan barang siapa menyembah Allah, maka sesunggunya Allah Mahahidup, tidak mati.” Abu Bakar mengingatkan mereka bahwa sesungguhnya dakwahnya hanyalah untuk Allah semata untuk melaksanakan syariat-Nya, dan untuk mengEsakan-Nya. Sedangkan Rasulullah adalah seorang manusia yang memberi peringatan dan kabar gembira kalaupun Rasulullah wafat, ajarannya yang dibawa tidak akan mati, Tatkala para Muhajirin dan Anshar bertikai mengenai pengganti Rasullah SAW, pertikaian itu hampir saja menyulut pembunuhan dan perpecahan diantara mereka, peran Abu Bakar sangat besar dalam meredakan kekawatiran kaum Anshar terhadap tindakan semena-mena kaum Muhajirin. Dia berhasil mendamaikan mereka agar tetap hidup bersatu, menyingkirkan perpecahan dan permusuhan demi tegaknya agama islan. Ketika sebagian kabilah bangsa Arab enggan mengeluarkan zakat, dua minggu setelah dirinya di angkat sebagai khalifah, Abu Bakar berpendapat bahwa orang yang tidak mau mengeluarkan zakat itu murtad. Karena, barang siapa mengingkari zakat sebagai rukun islam, hal itru akan berlanjut kepada pengingkaran yang lebih besar. Oleh karena itu,Abu Bakar merencanakan peperangan terhadap mereka meskipun sebagian dsahabat menyatakan bahwea mreka tidak memiliki kekuatan untukl itu, bahkan menakuti Abu Bakar bahwa jumlah musuh lebih banyak sehingga setan akan menungganginya sebagaimana layaknya dia menaiki tunggangan. “Demi ALLAH, jika mereka mencegahku untuk itu, aku akan tetap memerangi mereka, aku akan meminta pertolongan kepada Allah. Karena, sesungguhnya Dia sebagai penolong,”tekad Abu Bakar. Betapa banyak golongan yang jumlahnya sedikit tetapi mereka mampu mengalahkan golongan yang jumlahnya banyak dengan izin Allah. Dan Allah akan beserta orang-orang yang sabar. QS. 2249 Ketika banyak orang kembali kepada kepercayaannya semula setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, dan muncul beberapa orang yang mengaku sebagai Nabi, dengan segera Abu Bakar mengirim pasukan perang untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar. Apabila mereka enggan menerima ajakan itu, pasukan perang itu akan menyerang mereka dan tidak menerima siapapun kecuali dia telah masuk islam, dengan tindakan ini, Khalifah yang selalu dikenal dengan sifat kasih saying dan kelembutannya, kini menampakkan keberanian, kekerasan,kemauan yang dahsyat, agar kelemahan tidak merasuk dalam jiwa kaum muslimin. Negara baru yang masih sangat muda usianya telah menghadapi kendala berat yang hampir melemahkan dan membunuhnya. Dengan kebijakannya, Abu Bakar menyadari bahwa kebijakannya jika islam hendak disebarkan diantara kabilah-kabilah bangsa Arab,dia harus mengerahkan pasukannya untuk membuka daerah baru. Karena itu, pada masa kekhalifahannya dimulailah ekspedisi pasukan islam secara besar besaran. Dia mengutus pasukan yang dipimpin oleh Khalid Bin Al Walid dan Mustasannah Bin Haritsah ke Irak beserta Yazid Bin Abu Sufyan, Syurahbil Bin Hasanah, dan Amr Bin Ash ke Syam. Abu Bakar meninggal dunia pada saat berkecamukanya perang yarmuk yang berlangsung selama tiga bulan dengan kemenangan di tangan kaum Muslim atas bangsa Romawi Akan kembali bertikai dan bertengkar mengenai pengganti dirinya sebagai khalifah, masa sebelum wafat dia telah menetapkan Umar bin al-Khathab sebagain Khalifah kaum Muslim setelah dirinya. Selama hayat hingga masa-masa menjadi khalifah, Abu Bakar dapat dijadakan sebagai teladan dalam kesederhanaan, kerendahan hati, kehati-hatian,dan kelemah lembutan pada saat dia kaya dan memiliki jabatan yang tinggi. Dengan sikap seperti itu, dia mendapat penghormatan dann kepercyaan dari kaum muslim. Sejarah akan tetap mengenangnya karena dia juga menjadi “penyambung lidah“ nabi. Selain itu, pada masa kekhalifahannya,tidak lebih dari dua tahun,dia mampu menegakkan tiang-tiang Islam, termasuk di luar jazirah Arabia yang lebih luas. Dia dapat dikategorikan sebagai crang yang memulai babak baru dalam mendirikan imperium Arabia. Thabari dan ibnu Atsir mengatakan bahwa kaum Anshar atau sejumlah orang Anshar yang hadir di Shaqifah menyebutkan mereka hanya berbaiat kepada Ali saja.[10]. Menurut Ibnu Qutaibah, Hubab bin Mundzir mencabut pedang dari sarungnya ketika tahu kaum Anshar berbaiat namun disisi lain merusak kekuatannya. Di hadapan kaum Anshar dia mengatakan,”lihat dulu perkembangan,apakah anak anak kalian akan merengek meminta semangkuk air dan sepotong roti di pintu pintu orang quraisy.”[11] Rasulullah adalah seorang manusia yang member peringantan dan kabar gembira. Ketika Sebagian kabilah bangsa Arab enggan mengeluarkan zakat Abu Bakar berpendapat bahwa orang yang tidak mau mengeluarkan zakat itu murtad. Abu bakar dan Umar adalah Abu bakar memiliki hubungan keluarga dengan Nabi SAW. Selain factor hubungan keluarga, juga ada faktor lain,yaitu usia. Di hadapan kaum Anshar mereka mengatakan “Bangsa Arab hanya mau menerima Ras Quraisy ini saja.”[12] Bangsa Arab tak akan pernah mau kalau kenabian dipegang oleh satu keluarga, sementara kekhalifahan dipegang keluarga lain.”[13] Di Saqifah Abu bakar mengatakan “kami ini dari kaum Quraisy, sementara para imam adalah dari kami” [14]. Kemudian,ketika imam Ali mengatakan keberatannya kepada Abu bakar dan Umar tentang sikap mereka yang mengandalkan “hubungan keluarga” padahal imam Ali lebih dekat hubungan keluarganyadengan Nabi saw, Umar berkata, “Orang Arab tak mau kalau kenabian dan kekhalifahan ada di satu keluarga “[15] kenabian merupakan bagian dari kalian, karena itu biarlah kekhalifahan menjadi bagian dari keluarga ini !” Tak syak lagi, setelah peristiwa saqifah, yang msncegah baiat kepada Ali, meletuslah konflik suku, dan pada akhirnya kaum quraisy mengembangkan “keunggulan sukunya” demi memanfaatkan konflik-konflik internal kaum Anshar dan untuk bisa merebut kekholifahan sekalipun di Madinah pengaruh mereka terbatas. Para pengikut Abu Bakar menganggap usia Abu Bakar sebagai ukuran pada saat Imam. Abu Bakar meninggal dunia pada saat berkecamukanya perang yarmuk yang berlangsung selama tiga bulan dengan kemenangan di tangan kaum Muslim atas bangsa Romawi Akan kembali bertikai dan bertengkar mengenai pengganti dirinya sebagai khalifah, masa sebelum wafat dia telah menetapkan Umar bin al-Khathab sebagain Khalifah kaum Muslim setelah dirinya. E. MASALAH POLITIK KHALIFAH ABU BAKAR AS-SHIDIQ Setelah Mekah jatuh ke tangan kaum Muslim, Nabi saw pun beberapa lama kemudian wafat. Kaum Anshar merasa cemas dan prihatin membayangkan berbagai problem dan masa depan mereka menyusul kewafatan Nabi saw. Di antara beberapa sahabat besar Nabi saw seperti Zubair dan Thalhah memandang Abu Bakar bukan sebagai orang yang tepat untuk mengemban kekuasaan. Karena itu metode atau kualifikasi yang dapat diterima untuk penunjukan Abu Bakar tak lain adalah metode atau kualifikasi hubungan keluarga Abu Bakar dengan Nabi saw,”keunggulan suku Quraisy dan kriteria suku. Sebagaian orang percaya bahwa pencantuman syarat harus keturunan Quraisy dalam fiqih politik suni terjadi sejak abad ketiga. Di Saqifah, ukuran satu-satunya adalah harus dari suku Quraisy dan usia Abu Bakar Ukuran inilah, di samping juga karena konflik politik yang terjadi, yang membawa Abu Bakar menjadi khalifah. Kekhalifahan Sepeninggal Nabi Saw Abu Bakar adalah putra Abu Quhafah. Dia khalifah pertama setelah Nabi saw wafat. Ada perbedaan pendapat tentang namanya Abdullah atau Atiq. Nampaknya pendapat-pendapat itu bersikukuh menye¬butkan bahwa namanya adalah Abdullah namun dia suka dipanggil Atiq. Dia berasal dari suku Bani Taim, salah satu suku Quraisy. Di zaman Jahiliyah, di antara suku-suku lainnya, suku ini biasa-biasa saja posisi atau reputasinya. Bukti kuatnya adalah pemyataan Abu Sufyan ketika Abu Bakar memegang pucuk kepemimpinan umat .sebagai khalifah. Wafatnya Nabi Muhammad saw. membawa masyarakat muslim yang masih bayi itu kepada suasana yang berwujud krisis konstitusional. Hal ini disebabkan karena Nabi tidak menunjuk penggantinya bahkan tidak pula membentuk suatu dewan menurut garis-garis majelis suku yang mungkin bisa melaksanakan kekuasaan hingga Nabi wafat. Karena itu, golongan Muhajirin dan Anshar bersaing, masing-masing merasa diri berhak menjadi khalifah pengganti Nabi. Fanatisme ini sempat mengancam kesatuan Islam yang baru saja terbentuk. Masalah suksesi mengakibatkan suasana politik umat Islam menjadi tegang. Padahal semasa hidupnya Nabi Muhammad bersusah payah dan berhasil membina persaudaraan yang kokoh di antara semua pengikutnya, yaitu antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dilambatkannya pemakaman jenazah Nabi menggambarkan betapa gawatnya krisis suksesi itu. Pada saat itu, masyarakat Anshar menyelenggarakan musyawarah di gedung pertemuan bani Sa’idah untuk mengangkat khalifah dari kalangan mereka sendiri. Mereka semula sepakat memilih Sa’id ibn Ubaidillah. Sedang Muhajirin mendesak Abu Bakar sebagai calon mereka karena ia dipandang yang paling layak untuk menggantikan Nabi. Selain itu, terdapat pula kelompok orang-orang yang menghendaki Ali bin Abi Thalib, karena menurut mereka Nabi telah menunjuk secara terang-terangan sebagai penggantinya, karena Ali adalah menantu dan kerabat Nabi. Namun demikian, kemungkinan terpilihnya Ali sangat tipis karena berbagai macam pertimbangan, antara lain bahwa setelah Rasulullah wafat banyak sahabat menghendaki supaya khalifah tidak diserahkan kepada Ali karena umurnya yang masih muda. Kondisi tersebut membawa suasana politik umat Islam semakin runyam, karena masing-masing golongan merasa diri paling berhak menjadi khalifah penerus Nabi. Pada saat itu, umat nyaris di pinggir jurang perpecahan. Suasana politik semacam itu masih logis, karena masing-masing pihak punya alasan. Kaum Anshar menuntut, bahwa mereka adalah orang pertama memberi tempat dan posisi pada saat krisis yang gawat. Oleh sebab itu, seorang khalifah pengganti Nabi haruslah dipilih dari kalangan mereka. Demikian pula kaum Muhajirin menuntut bahwa Abu Bakar adalah seorang yang terbaik untuk menggantikan Nabi, sebab sebelum wafatnya Nabi sering menugaskan Abu Bakar untuk menggantikan beliau menjadi imam shalat jama’ah dan tugas-tugas tertentu. Golongan yang menghendaki agar Ali yang mengganti Nabi beralasan bahwa Ali adalah generasi muda yang pertama masuk Islam, ia adalah sepupu dan menantu Nabi. Dalam proses selanjutnya, setelah Abu Bakar mendengar informasi bahwa golongan Anshar mengadakan musyawarah untuk mengangkat Sa’id bin Ubâdah menjadi khalifah pengganti Nabi, lalu Abu Bakar bersama Umar berangkat ke tempat tersebut. Dalam pertemuan itu, seorang dari golongan Anshar berdiri berpidato “Kami adalah Anshârullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhâjirin sekelompok kecil dari kami. Ternyata kalian mau menggabungkan kami dan mengambil hak kami serta mau memaksa kami”. Mendengarkan perkataan itu, dengan bijaksana Abu Bakar berkata “Sesungguhnya perjuangan kaum Anshar dalam perjuangan Islam tidak ada bandingannya. Tetapi sungguhpun demikian seluruh masyarakat Arabiyah mengetahui bahwa tidak ada penguasa Arab yang paling disegani melainkan dari kalangan Quraisy.” Lalu orang Anshar itu berkata “Kalau begitu pilihlah seorang pemimpin dari golongan kamu, dan kami akan menetapkan pemimpin dari golongan kami sendiri.” Menanggapi usulan tersebut, Umar segera berkata tegas “Ingatlah bahwa dua pimpinan tidak akan dapat berkuasa dalam waktu yang bersamaan. Karena itu hendaklah kamu sekalian memilih di antara Umar dan Abu Ubaidah sebagai khalifah.” Namun kedua tokoh yang diusulkan tersebut menolak sambil berkata “Tidak! Kami tidak mempunyai kelebihan dari kamu sekalian dalam urusan ini”. Dalam situasi musyawarah yang semakin kritis, Umar memegang tangan Abu Bakar dan mengangkatnya, seraya menyampaikan sumpah setia kepadanya dan membaiatnya sebagai khalifah. Sikap Umar tersebut diikuti oleh Abu Ubaidah dan tokoh-tokoh Anshar yang hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka semua menyatakan kerelaanya membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, yakni sebagai pemegang tampuk kepemimpinan umat Islam yang semula dijabat oleh Nabi. Dengan demikian, krisis kesatuan dan solidaritas Islam terselesaikan. Akhirnya, setelah Abu Bakar resmi diangkat jadi khalifah, beliau berpidato “Wahai manusia, aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal bukanlah aku orang yang terbaik di antaramu. Maka jika aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka luruskanlah. Orang yang kamu anggap kuat aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedang orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat, sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidak perlu mentaatiku”. Pidato politik yang pertama disampaikan Abu Bakar ini mencerminkan kebijaksanaan politiknya. Pidato tersebut berisi prinsip-prinsip kekuasaan demokratis, bukan kekuasaan otoriter, seorang khalifah wajib menjalankan pemerintahan sesuai dengan Islam dan wajib mempertanggungjawabkan segala kebijaksanaannya kepada rakyat dan kepada Allah swt. Upaya-upaya yang dilakukan Abu Bakar. Kebijaksanaan politik Abu Bakar tercermin dalam upaya-upaya yang dilakukannya. Upaya–upaya tersebut antara lain 1. Memerangi kaum Murtad . Peristiwa kaum Murtad ini biasa dikenal dengan istilah “al-riddah”, yang berarti kemurtadan, atau beralih agama dari Islam kepada kepercayaan semula. Secara politis merupakan pembangkangan terhadap lembaga kekhalifahan. Gerakan ini muncul sebagai salah satu akibat dari kewafatan Nabi. Mereka melepaskan kesetiaan kepada khalifah, bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kewafatannya. Gerakan mereka itu dianggap sangat mengancam stabilitas keamanan wilayah dan kekuasaan Islam. Karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan gerakan tersebut. Semula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali kepada jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Gerakan penumpasan orang-orang murtad dan para pembangkang ternyata banyak menyita konsentrasi khalifah, baik secara moral maupun secara politis. Stabilitas keamanan Madinah pada saat itu terganggu. Namun berkat kesucian tekad khalifah dan segenap kaum Muslimin, akhirnya hal tersebut dapat teratasi. 2. Gerakan penumpasan nabi-nabi palsu. Rupanya gerakan Nabi-nabi palsu telah ada disaat Nabi masih hidup, yaitu muncul di wilayah Arab bagian selatan. Yang pertama mengaku diri memegang peranan kenabian muncul di Yaman, yaitu Aswad al-Ansi. Kemudian menyusul Musailamah al-Kazzab yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad telah mengangkatnya sebagai mitra di dalam kenabian. Selain itu adalah Tulaihah dan Sijjah ibn Haris, seorang wanita dari Arabiyah tengah. Semua gerakan tersebut adalah merupakan ancaman bagi umat Islam dan sekaligus bertentangan dengan keyakinan Islam bahwa tidak ada lagi Nabi sesudah Muhammad saw. 3. Gerakan terhadap orang-orang yang enggan membayar zakat. Setelah Nabi wafat, banyak orang yang enggan membayar zakat, karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang penyerahannya kepada perbendaharaan pusat di Madinah, sama artinya dengan penurunan kekuasaan. Suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab, karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen. Alasan lain, karena kesalahan memahami ayat QS. 9103. Mereka menduga bahwa hanya Nabi saja yang berhak memungut zakat, karena itu kesalahan seseorang dapat dihapuskan dan dibersihkan. Jadi gerakan ini sebenarnya bertujuan untuk mengembalikan seseorang kepada kesucian dan kebenaran. Semua gerakan tersebut di atas merupakan program utama khalifah Abu Bakar karena beliau sadari bahwa gerakan mereka itu adalah ancaman dan sekaligus merupakan hambatan terhadap eksisnya Islam di Jazirah Arab masa itu. 4. Upaya ekspansi wilayah Setelah Abu Bakar mengadakan pembersihan pemberontakan dalam negeri, maka beliau mengarahkan perhatiannya kepada ekspansi ke luar sebagai lanjutan perjuangan masa Rasulullah. Ekspansi yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar dimulai dengan pengiriman ekspedisi di bawah pimpinan Usamah bin Zaid ke perbatasan Suriah untuk membalas pembunuhan Zaid, ayah Usamah, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Pengiriman ekspedisi ini dianggap oleh khalifah suatu hal yang sangat penting artinya, namun banyak anggota majlis syura’ yang setuju untuk menunda pengiriman ekspedisi itu. Tetapi Abu Bakar dengan tegas menolak kehendak menunda pengiriman itu. Keberanian Abu Bakar untuk melanjutkan ekspedisi berhasil meyakinkan orang-orang Badui mengenai keadaan kekuatan Islam dalam negeri. Setelah ekspansi tersebut, Abu Bakar mengirim lagi kekuatan perangnya ke luar Arabiah, yaitu Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M. Ke Suriah dikirim tentara di bawah pimpinan tiga panglima, yaitu Amr bin al-Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Syurahbil ibn Hasan. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid kemudian diperintahkan meninggalkan Iraq menuju ke Suriah. Semua pasukan yang dikirim ke luar berhasil membawa kemenangan dengan gemilang. Keberhasilan itu tidak terlepas dari system yang digunakan khalifah. Nampaknya kekuasaan yang digunakan oleh khalifah Abu Bakar, seperti kekuasaan pada masa Rasulullah saw. bersifat sentral. Kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hokum. Namun demikian, seperti juga di masa Nabi Muhammad saw. Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah. Suatu hal yang perlu diperhatikan terhadap keberhasilan Abu Bakar dalam memperjuangkan Islam yaitu selain tekad niat suci dan kesungguhannya, juga adalah berkat kearifan beliau dalam menangani suatu kasus. Abu Bakar sebagai khalifah memperjuangkan Islam hanya kurang lebih dua tahun, akhirnya beliau berpulang ke rahmatullah dalam usia 63 tahun, yaitu pada hari senin 23 Agustus 634 M. Waktu yang relatif singkat ini benar-benar dimanfaatkannya secara efektif, sehingga beliau berhasil mengangkat Islam dari suasana kacau menjadi suasana damai. Dan suksesi kekhilâfahan kedua di tangan Umar bin Khattab. F. KESIMPULAN Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq * Jangan sesekali engkau katakan bahwa generasi setelah Rosulullah SAW adalah generasi yang mendapat petunjuk karena hanya berkuasa selama 2 tahun. Itu pun, dalam masa itu beliau lebih sibuk untuk memerangi meraka yang murtad. * Abu Bakar adalah pemerintahan pertama yang mengobarkan peperangan dan memepersenjatai bala tentara untuk membel hak-hak kaum kafir yang lemah. Dalam hal ini Abu Bakar sangat di kenal dengan sebuah ungkapannya sekaligus yang menjadi komitmennya ”Demi Allah jika mereka tidak mau membayar zakat dari harta yang mampu mereka bayar , padahal dahulu mereka membayarkannya kepada Rasulullah SAW. Maka niscaya aku akan memerangi mereka , karenanya. * Abu Bakarlah yang memulai penakhlukan dan perluasan islam pada masanya,islam mampu menakhlukan Persia dan Romawi, bahkan beliau meniggal saat perang yarmuk melawan imperium Romawi. Dalam setiap peperangan yang diperintahkanya beliau selalu menanamkan nilai-nilai etika yang bersandar dengan Al-Qur’an dan as-sunnah. Beliau mewasiatkan pada prajuritnya ” janganlah sekali-kali membunuh pendeta biarlah mereka melaksanakan peribadatan sesuai keyakinan mereka.Dr. Yusuf Qardawi Meluruskan Sejerah Umat Islam *Konsep dasar khalifah Secara teknis Al-Khulafa’al Rasyidin berasal dari riwayat yang disandarkan kepada Muhammad SAW dalam Riwayat tersebut dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda ” Ummatku akan terpecah pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan di tempatkan di Neraka,kecuali satu golongan, apa yang satu golongan itu?,tanya seorang sahabat, Nabi SAW menjawab “kelompok Ahlussunnah wal jamaa’ah”, sahabat bertanya lagi “siapa mereka?” Nabi SAW menjawab”mereka taat pada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin” Menurut Syi’ah kekhalifahan adalah warisan terhadap Ali dan kerabatnya, bukan pemilihan sebagaimana terjadi pada Abu Bakar. Terlepas dari perbedaan interpretasi tersebut, dapat disimpulkanbahwa konsep kekhalifahan adalah produk budaya dibidang politik yang orisinil dari peradaban Islam. Sebab ketika itu tidak ada lembaga manapun yang memakai konsep kekhalifahan. Menurut Fachruddin, Abu Bakar terpilih untuk memimpim kaum Muslimin setelah Rasulullah disebabkan beberapa hal 1. Dekat dengan Rasulullah baik dari ilmunya maupun persahabatannya. 2. Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah. 3. Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As–Siddiq, orang yang sangat 4. dipercaya. 5. Seorang yang dermawan. 6. Abu Bakar adalah sahabat yang diperintah Rasulullah SAW menjadi Imam Shalat 7. jama’ah. 8. Abu Bakar adalah termasuk orang yang pertama memeluk Islam G. DAFTAR PUSTAKA 1. Sejarah kekhalifan 11-35 H Peng rasul ja’fariyan Buku Al huda , 2006 2. Mengenal pola kepemimpinan umat dari karakteristik peri hidup khalifah rasululloh Peng . muh kholid cv. diponegoro bandung 3. Khazanah peradaban islam Pen. Mustafa Pustaka hadaratina bandung 4. Sejarah islam Pen. A . Ebra himi 5. Seratus tokoh dalam sejarah islam Husaya ahmad amin . PT remaja rosdokarya – bandung 6. Meluruskan sejarah umat islam Peng. Yusuf qordhawi 7. Sejarah peradaban islam Drs. Budi yatim . , Pt. raja grafindo persada 8. Islam Syiah Alamah Thabata Ba’a 9. Dua tokoh besar dalam sejarah islam Abu bakar dan Umar Oleh taha Husain , pustaka jaya 10. Dinasti –dinasti islam Oleh booswort Penerbit Mizan 11. Sejarah peradaban islam Oleh Dr. jaih Mubarok. M Ag Pustaka bani quraisy ” Dosen MK Fuad,
Щոтኦψе аթиχыδխ ኛувωп
Ιպυзоςጮ тማհ оդ
Θпре исна ቦ
ጤхωջυህሾ аρωкեслиф крымоբኚ
Ըрещ ሑгеքቤсве кፊшуምо
Аቲоኹаβ ևη
Ещጏφ ፃշочоդа
ሲв υбапухሽψаκ ኔυየазвեዱуν
Аրጪյሖбω брι
Ф ሃωскሒсуνуλ
Аցитуֆ β լ
Иքοዒθщ чуκօጿաμуκ
Чθጿудеֆат ωхሿ еճ
Баσиኬሯψոኆዌ о оለըвсቮдፕше
Арա խηирωмел
Фοዞուճе ոπоվофኡвኔሤ
Лы ֆэձаփ ኩσևժ
Исехеη ሻሶυв
Ψ ֆ
Уզα рсኄνጸቱዎμ χը
MakalahAbu Bakar As Siddiq Sejarah Sahabat Nabi Ke-1: Abu Bakar As-Siddiq RA (1) Ceramah agama: Sejarah Sahabat Nabi Ke-1: Abu Bakar As-Siddiq RA (1) Video kajian dari masjid Nurul Iman, lantai 7, Blok M Square, Jakarta, Indonesia. Watch Now. Biografi Singkat Sahabat Abu bakar Ash-Shiddiq - rodja TV
Jakarta - Abu Bakar Ash-Shiddiq bernama lengkap Abdullah bin Utsman Abu Qahafah bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'd bin Tamim bin Murrah bin Lu'ai bin Ghalib bin Fihr al-Tamimi al-Quraisyi dan lahir di Mekkah pada tahun 572 memeluk Islam, Abu Bakar dikenal dengan nama Abdul Ka'bah, kemudian diganti dengan Abdullah setelah masuk dari buku yang ditulis oleh Salih Suruc, dalam catatan sejarah, ada kemungkinan semasa kecilnya, Abu Bakar dan Rasulullah SAW sempat tinggal bersamaan di dataran tinggi Bani Saad selama 1 hingga 2 tahun. Hal inilah yang melahirkan persahabatan dan kedekatan di antara Abu Bakar Ash-Shiddiq RA berlangsung selama 2 tahun 3 bulan, seperti yang dikutip dari Buku Kisah Hidup Abu Bakar al-Shiddiq. Ia adalah seorang khalifah pertama dan menjadi satu-satunya yang disebut sahabat Rasulullah oleh Allah "Sang Sahabat" termaktub dalam firman Allah QS. At-Taubah ayat 40إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌArtinya Jika kau tidak menolongnya Muhammad maka sesungguhnya Allah telah menolongnya yaitu ketika orang-orang kafir musyrikin Mekkah mengeluarkannya dari Mekkah sedang ia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada sahabatnya "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita."Ahli tafsir sepakat bahwa kata 'sahabat' tersebut ditujukan pada Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menemani Rasulullah SAW di gua dalam perjalanan hijrah ke kota ucapan dan tingkah lakunya yang menggambarkan kejujuran, semasa hidup, Abu Bakar pun selalu mengakui dan membenarkan Rasul saat diangkat menjadi nabi. Oleh karena itu, ia menyandang gelar yang hingga saat ini selalu mengikuti namanya, Ash-Shiddiq yang berarti jujur dan pada suatu hari di Mekkah, Abu Bakar dipukuli dan dikeroyok oleh kaum musyrik hingga membuatnya berlumuran darah dan terkapar tak berdaya. Ia pun dipindahkan ke rumahnya oleh salah seorang Banu harinya, Abu Bakar sadar dari pingsannya. Namun, hal pertama yang ia tanyakan pada orang-orang sekitarnya adalah"Apa yang sedang dilakukan Rasulullah SAW?"Tidak ada yang menjawab hingga seseorang menemui ibunya, Ummu al-Khair. Bahkan ibunya tertegun melihat kondisi putranya. Namun, Abu Bakar kembali menanyakan pertanyaan yang sama pada bibi Rasulullah, Ummu Jamil menemuinya dan mengabarkan bahwa Rasul dalam keadaan sehat walafiat. Abu Bakar pun kembali bertanya"Di manakah Beliau saat ini?""Di rumah Ibn Abi al-Arqam," jawab Ummu halaman selanjutnya
APelantikan Abu Bakar Abu Bakar adalah orang yang pernah menjadi khalifah (pengganti) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengimami kaum Muslimin pada saat beliau sakit. Itulah ash-Shiddiq sahabat beliau yang terbesar dan pendamping beliau di dalam gua, Abu Bakar Rodhiyallahu 'anhu.Abu Bakar menjadi Khalifah hanya dua tahun.. 7.
DAFTAR ISI 1. Pengantar Sejarah Peradaban Islam a. Arti Sejarah, Peradaban dan Islam b. Diskursus Kebudayaan dan Peradaban c. Hubungan Al-Qur’an dan Hadits dengan Peradaban d. Metodologi Penulisan Sejarah 2. Peradaban Islam Rasulullah Periode Makkah 610 – 622 M a. Peradaban Arab Sebelum Islam b. Dakwah Makkah Nabi Muhammad c. Pembentukan Sistem Sosial di Makkah 3. Peradaban Islam Rasulullah Periode Makkah 622 – 632 M a. Arti Hijrah Nabi ke Madinah b. Dasar Berpolitik Negeri Madinah c. Piagam Madinah Darussalam dan Darul Islam 4. Periode Khulafaur Rasyidin 632 – 661 M a. Pembentukan Kekhilafahan dan Sistemnya b. Abu Bakar 632 – 634 M c. Umar bin Khattab 634 – 644 M d. Utsman bin Affan 644 – 656 M e. Ali bin Abi Thalib 656 – 661 M f. Tipe Kepemimpinan Khalifah g. Kontribusi Khalifah dalam Peradaban Islam 5. Dinasti Umayyah 661 – 750 M a. Pendirian Dinasti Umayyah b. Pola Pemerintahan Dinasti Umayyah c. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah d. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Umayyah 6. Dinasti Abbasiyyah 750 – 1258 M a. Pendirian Dinasti Abbasiyyah b. Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah c. Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah d. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah 7. Islam di Andalusia Spanyol a. Sejarah Penguasaan Islam di Spanyol b. Kemajuan Peradaban Islam Spanyol c. Kemunduran Peradaban Islam Spanyol 8. Tiga Kerajaan Besar a. Turki Usmani hingga Mustafa Kemal 1300 – 1922 M b. Dinasti Safawi Persia hingga Khumaini 1501 – 1732 M c. Dinasti Mugal India hingga Terbentuknya Bangladesh 9. Peradaban Islam Asia Tenggara a. Sejarah Islam di Asia Tenggara b. Kemajuan Agama Islam Asia Tenggara c. Moderenisasi Islam Asia Tenggara 10. Peran Walisongo dalam Peradaban Islam Indonesia a. Walisongo dan Dakwah Islam b. Model Penyebaran Islam Walisongo c. Kemajuan Islam Periode Walisongo
A Pendahuluan. Sejarah dakwah berasal dari dua. suku kata, yaitu "sejarah" dan "dakwah". sejarah berasal dari bahasa Arab. "syajarah" yang berarti pohon. Salah satu. alasan A display with Abu Bakr's name written in Arabic at the Hagia Sofia, Istanbul modified by Rabe! own work [CC BY-SA via Wikimedia Commons History of Islam Contents[Hide]Abu Bakr the First Among Men to Enter IslamMigration to MadinahParticipation in BattlesThe Successor of the Prophet Abu Bakr the First Among Men to Enter Islam Abu Bakr was always a very close Companion of the Holy Prophet, he knew him better than any other man. He knew how honest and upright the Prophet was. Such knowledge of the Prophet made Abu Bakr be the first man to follow the Message of Prophet Muhammad sallallahu 'alayhi wa sallam. He was indeed the first adult male to accept Islam. The Holy Prophet told Abu Bakr what had happened at Mount Hira', he told him that Allah subhanahu wa ta'ala had revealed to him and made him His Messenger. When Abu Bakr heard this from the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam, he did not stop to think, he at once became a Muslim. He submitted to Islam with such determination that once the Holy Prophet himself remarked, "I called people to Islam, everybody thought over it, at least for a while, but this was not the case with Abu Bakr, the moment I put Islam before him, he accepted it without any hesitation." He was titled as-Siddiq by the Prophet because his faith was too strong to be shaken by anything. In fact, Abu Bakr was more than a great believer, as soon as he became a Muslim, he immediately began to preach Islam to others. Among those who accepted Abu Bakr's invitation to Islam were 'Uthman, Az-Zubayr, Talhah, 'Abdur-Rahman ibn Awf, Sa'ad ibn Waqqas and others who later became the pillars of Islam. Abu Bakr's love of the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam was so great that he was willing to sacrifice his life for the sake of protecting and comforting the Prophet saw. Such love and sacrifice were demonstrated when one day the Holy Prophet was saying his prayers in the Ka'bah, while some of the chiefs of Makkah were sitting in the court yard of the Ka'bah. Seeing the Prophet praying, 'Uqbah ibn Abi Mu'it took a long piece of cloth and put it around the Prophet's neck and twisted it hard in an attempt to strangle the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam to death. At that moment Abu Bakr happened to pass by from a distance, he saw 'Uqbah trying to strangle the Prophet to death. Immediately Abu Bakr ran to the help of the Prophet, he pushed 'Uqbah aside and took the cloth from aroundthe Prophet's neck. Thereupon the enemies of Islam came down upon Abu Bakr and beat him unmercifully, although Abu Bakr with faith like a rock did not care for his own suffering, he was glad that he was able to save the Prophet of Allah, even at the risk of his own life. Abu Bakr with the wealth he had, also had a major role in freeing some of the Muslim slaves, who were barbarically tortured by their heartless Mushrik masters to give up the faith and return to their masters' beliefs. The heartless monsters tried all kinds of torture they made them lie all naked on the burning desert sand, putting big stones on their chest, as well as other kinds of torture. Here Abu Bakr's wealth came to the rescue, as he bought the poor helpless slaves from their inhuman masters and set them free, Bilal al-Habashi, the slave of 'Umayyah ibn Khalaf, was among those who were set free by Abu Bakr. Bilal became afterwards the mu'adhin at the Prophet's mosque. Migration to Madinah Islam was growing rapidly in Makkah, the enemies of Islam were getting frustrated by this rapid growth. The chiefs of Makkah found that it is necessary for them to get rid of the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam before Islam can cause a real threat to them, so they planned to kill the Prophet. Allah subhanahu wa ta'ala revealed to his Prophet the intentions of the non-believers and ordered him to migrate to Madinah. So the Prophet quickly went to Abu Bakr's house who was among the few that were left in Makkah with the majority of Muslims having already migrated to Madinah. The Prophet informed Abu Bakr that he was commanded to migrate to Madinah that night and that he has chosen him to have the honor of joining him on his migration. Abu Bakr's heart was full of joy, "I have been looking forward to this day for months," he exclaimed. The Makkans were so eager to find the Prophet they were searching for him like mad hounds. Once they came to the mouth of the cave, Abu Bakr grew pale with fright, he feared not for himself, but for the life of the Holy Prophet. However, the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam remained calm and said to Abu Bakr, "do not fear, certainly Allah is with us". Such words quickly calmed down Abu Bakr and brought back tranquility to his heart. Participation in Battles Abu Bakr, being the closest of Companions to the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam, took part in all the battles that Prophet Muhammad had fought. At 'Uhud and Hunayn, some members of the Muslim army showed signs of weakness, however, Abu Bakr's faith never wavered, he always stood like a rock by the side of the Prophet. Abu Bakr's faith and determination to raise the banner of Islam were so great that at Badr, one of his sons, who had not yet embraced Islam was fighting among the enemies, Abu Bakr was so eager to find his son in the battle that he was searching for him amongst the enemies in order to slay him. Abu Bakr's great love of the Prophet was demonstrated when peace talks at Hudaibiya were held. During the negotiations, the spokesman of Quraysh was touching the beard of the Prophet every now and then. Abu Bakr's love for the Prophet was so great that he could bear no more, he took out his sword and looked angrily at the man saying, " ... if that hand touches the beard of the Prophet again, it will not be allowed to go back." Tabuk was the last expedition of the Holy Prophet. He was keen to make it a great success, he therefore asked people to help the expedition with whatever they could. This brought the best out of Abu Bakr who beat all records as he took all his money and household articles and heaped them at the Prophet's feet. "Have you left anything for your children?" asked the Prophet. Abu Bakr then responded with great faith "Allah and his Messenger are enough for them." Companions standing around were stunned they realized that whatever they do they could not outdo Abu Bakr in the field of service to Islam. The Successor of the Prophet The first Hajj under Islam was in the ninth year of Hijrah. The Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam was too busy at Madinah to lead the Hajj, so he sent Abu Bakr as his agent, he was to lead the Hajj in place of the Prophet. The Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam led the prayers himself ever since he arrived to Madinah. During his last illness, the Prophet could no longer lead the prayers, he was too weak to go to the mosque, he therefore had to choose someone to fill such high position after him. Abu Bakr was also the one who was honored to be chosen by the Prophet for such a task. Thus in the lifetime of the Prophet, Abu Bakr came to fill the highest position under Islam leading prayers. While one day Abu Bakr was away 'Umar was appointed by the Companions to lead the prayers in his absence. Realizing the change of voice, the Prophet said, "This is not Abu Bakr's voice, no one but he should lead prayers, he is the fittest person for this position." When the news of the Prophet's death came out, many Muslims were confused and stunned. 'Umar himself was so overcome with emotions that he drew his sword and declared, "If anyone says that the Messenger of Allah is dead, I will cut off his head." Muslims stayed in such state until Abu Bakr arrived and gave his famous address "O People! If anyone among you worshipped Muhammad, let him know that Muhammad is dead. But those who worshipped Allah, let them know that He lives and will never die. Let all of us recall the words of the Qur'an. It says 'Muhammad is only a Messenger of Allah, there have been Messengers before him. What then, will you turn back from Islam if he dies or is killed?' " Suddenly Abu Bakr's words started to sink in, and in no time confusion was gone. Having shrugged off the shocking news of the Prophet's death, Muslims realized that they need someone to fill the position of leadership amongst them. The two main groups amongst Muslims were Muhajirun refugees from Makkah, and Ansar the people of Madinah. The Ansar gathered at the Thaqifah Bani Saydah their meeting place. Sa'ad ibn Abadah, the Ansar leader, suggested that the Caliph should be from amongst them. Although many refused saying that the Muhajirun in right have a better claim to Khilafah. When the news reached Abu Bakr, he quickly went to their gathering, fearing that confusion might spread once again, and said, "Both Muhajirun and Ansar have done great service to Islam. But the former were the first to accept Islam, they were always very close to the Messenger of Allah. So, O Ansar, let the Caliph be from amongst them." After a short discussion, the Ansar agreed that they should choose the Caliph from amongst the Muhajirun, being from the tribe of Quraysh and being the first to accept Islam. Abu Bakr then asked people to choose between 'Umar ibn al-Khattab and Abu 'Ubaydah ibn al-Jarrah. Hearing this, both men jumped to their feet and exclaimed "O Siddiq, how can that be? How can anyone else fill this position as long as you are among us? You are the top man amongst he Muhajirun. You were the Companion of the Prophet sallallahu 'alayhi wa sallam in the Thawr cave. You led prayers in his place, during his last illness. Prayer is the foremost thing in Islam. With all these qualifications you are the fittest person to be the successor of the Holy Prophet. Hold out your hand that we may pledge loyalty to you." But Abu Bakr did not stretch out his hand. 'Umar saw that the delay might lead to the reopening of the disagreements so he himself took Abu Bakr's hand out and pledged loyalty to him. Others followed by example, and Abu Bakr became the first Caliph by general consent of the Muslims. In the next day, Abu Bakr addressed the gathering of Muslims in the Prophet's mosque urging them to continue their path as true Muslims and to give him loyalty and support as long as he is obeying the Commands of Allah subhanahu wa ta'ala and His Messenger. 'Ali radiallahu 'anhu along with some of his relatives delayed their pledge of loyalty to Abu Bakr for six months after a difference of opinion with the Caliph due to the right of inheritance of the Prophet's land. Although both men respected each other, and 'Ali soon after the death of his wife Fatimah gave the pledge of loyalty to Abu Bakr. Such was the quality of the humble and generous Companion who believed the Prophet in everything to the extent that he was called As-Siddiq, by the Prophet. His great personality and service to Islam and Muslims earned him the love and respect of all Muslims, so that he was chosen as the first Caliph after the death of the Prophet by all Muslims. Insha'Allah in the next issue we will talk about his qualities as a leader and his success as a Caliph. Â From the 26th issue of Nida' ul-Islam, April - May 1999Abubakar menjadi khalifah pertama dalam kerajaan Khulafa al-Rasyidin. Beliau. memerintah selama dua tahun iaitu dari 11 hingga 13 Hijrah atau 632 hingga. 634 Masihi. Perintah pertama yang dikeluarkan sesudah Abu Bakar diangkat. menjadi khalifah ialah mengerahkan dan meneruskan perjalanan tentera. Usamah bin Zaid.AbuBakar Shiddiq adalah anak Abn Quhafah, khalifah pertama dari rangkaian al-Khulafa' al-Rasyidin, memerintah pada 632-634 (11-13 H). Dia termasuk orang Gelarnya adalah al-Siddiq, karena ia amat segera membenarkan Rasulullah dalam berbagai peristiwa, terutama peristiwa Isra' dan Mi'raj (Hasan, 1979: 205).
.